Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

MEMBERSIHKAN MENU BUSUK DI TANAH SUCI

Written By Unknown on Kamis, 12 Juni 2014 | 03.07

Catatan Edy Supriatna -Seorang jemaah mengeluhkan banyaknya lalat berterbangan di halaman teras kantor Daker Mekkah, karena dari tahun ke tahun binatang yang gemar di lingkungan busuk itu tak pernah lenyap dari pandangan mata.

Dalam suatu obrolan ringan, para ibu petugas PPIH di Daker Mekkah menjelasan bahwa banyaknya lalat di tanah suci biasanya terjadi menjelang pergantian musim -- panas ke dingin -- bersamaan dengan pasca wukuf, puncak pelaksanaan ritual ibadah haji di tanah suci.

Bagi petugas PPIH yang kerap berulang kali datang ke Mekkah, Madinah dan Armina (Arafah, Muzdalifah dan Mina), kehadiran binatang menyebelkan itu menjadi pemandangan biasa sehari-hari. Jika lalat tiba-tiba muncul di restoran Hilton, hotel paling mewah di sebelah Masjidil Haram, bukan dianggap sesuatu yang aneh. Sebab, kehadiran lalat bagai nyamuk, binatang penghisap darah, seperti di tanah air.

Nyamuk, gemar di genangan air busuk. Bahkan nyamuk demam berdarah paling suka di genangan air bersih. Bedanya, dengan lalat di tanah suci, datang ketika pergantian musim dan meningkatnya produksi sampah. Terutama pada musim haji. Meski petugas kebersihan sudah meletakkan bak sampah bertebaran di berbagai lokasi, tetap saja -- karena perilaku jemaah dari berbagai negara tak mengindahkan kebersihan -- lalat berdatangan.

Penyebab utama lalat datang, selain karena lingkungan, berawal perilaku manusia itu sendiri. Makin rendah seseorang terhadap kepeduliannya terhadap kebersihan, tentu lalat makin gemar datang.

Fenomena ini sesungguhnya merupakan gambaran perilaku manusia yang rendah terhadap kebersihan. Tak terkecuali, di tanah suci. Kota Mekkah dan Madinah selalu ketika musim haji kedatangan lalat.

Namun, fenomena tersebut oleh seorang jemaah dari tanah air ditanggapi berbeda. Ia melihat dengan pandangan yang lebih menukik ke dalam.

Katanya, bukan itu esensi persoalannya.

Lantas, ia melanjutkan celotehnya. Semua itu diawali dengan menu busuk yang disajikan kepada para jemaah. Banyak jemaah sakit perut kemudian dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) akibat mengonsumsi makanan tak sehat.

Hal ini bisa terjadi lantaran penyajian makanan dari pihak katering asal-asalan, tak memperhatikan sanitasi dan hegenitas. 

Rekan lawan bicaranya pun kemudian menimpalinya dengan analisis lebih tajam lagi. Terlebih bersamaan dengan celoteh tersebut tengah marak di berbagai media maya, online dan radio di tanah air adanya pemberitaan perusahaan katering menyajikan menu busuk untuk jemaah haji Indonesia di Madina.

Banyaknya lalat bukan semata disebabkan pergantian musim panas ke dingin. Tetapi adanya perilaku pembusuk-pembusuk yang menyajikan menu busuk untuk jemaah haji Indonesia, kata jemaah haji asal Solo yang tak mau disebut jatidirinya itu.

Ia mengakui ada di antara jemaah sakit perut kemudian dirawat di BPHI disebabkan mengonsumsi nasi kotak dari pihak katering sudah kadaluarsa, habis masa berlakunya. Namun alasan tersebut tak dapat dijadikan dasar sepenuhnya. Tidak dapat digenaralisir. Justru jemaah sakit terkena diare lantaran mengonsumsi menu busuk yang disuguhkan perusahaan katering.


Kasus Fatani

Untuk kasus ini, salah satu perusahaan katering Al Fatani telah mengakui telah menyuguhkan menu busuk bagi jemaah haji untuk Kloter BDJ 07. Manajemen perusahaan katering ini pun mengakuinya dihadapan pengawas katering PPIH Arab Saudi, Sri Ilham Lubis.

Pada pertemuan Jumat siang di dapur katering Al-Fatani itu, Sri mendapat penjelasan cukup komprehensif dari dua petugas: Ilham dan Iman. Sebanyak 12 nasi kotak plus lauk-pauknya yang kedapatan basi disebabkan mesin pemanas atau penghangat (rehiting) rusak. Akibatnya, menu menjadi basi.

Di dalam kunjungan tersebut, Sri mendapati lima rehiting/heater atau mesin pemanas rusak. Manajemen katering Fatani menjelaskan, mesin dalam kondisi masih baru. Baru dibeli tahun silam, namun baru dipakai setahun sudah keburu rusak.

"Ini yang menyebabkan nasi cepat busuk, karena tak dapat aliran panas," kata seorang petugas sambil menunjuk elemen mesin rehiting rusak.

Soal katering menyuguhkan nasi basi bukan hal baru selama musim haji 1431 H. Berita di media massa tentang hal ini menambah kejelasan bagi publik bahwa ada sesuatu yang buruk dalam pengelolaan katering. Namun di sisi lain jemaah sakit perut masuk BPHI tak lagi menjadi berita hangat lantaran terlalu sering diberitakan. Pers lebih tertarik mencari pada kedalaman penyebab sumber penyakit diare, yaitu perusahaan katering yang kerap berulang menyuguhkan menu busuk di tanah suci.

Dalam pemantauan Sri Ilham Lubis di sejumlah tempat di Madinah dan kunjungan ke beberapa perusahaan katering di kota tersebut, didapati bahwa penyebab buruknya pelayanan katering meliputi beberapa hal.

Antara lain; rendahnya pemilihan bahan baku untuk menu makanan, peralatan dapur tak memenuhi standar kesehatan, proses pengolahan/pemasakan tak sesuai higinitas, pendistribusian tak lancar dan rendahnya sumber daya manusia (SDM) di sejumlah perusahaan katering.

Bagaimana mungkin menu makanan bisa disuguhkan dengan baik jika bahan baku: sayuran, daging yang disimpan di lemari pendingin tanpa didahului melalui proses pembersihan. Bagaimana mungkin makanan dapat dioleh dengan baik jika peralatan dapur yang dimiliki jumlahnya sangat terbatas untuk melayani orang banyak.

Bagaimana mungkin makanan dapat disajikan dengan baik bila proses pembuatan/pemasakan dilakukan dengan tanpa pengawasan dan juru masak yang baik. Memasak untuk orang banyak dilakukan seperti pengelolaan sebuah warung tegal di pojok jalan tanpa memperhatikan kebersihan.

Belum lagi pendistribusian yang tidak tepat waktu disebabkan lemahnya SDM. Tenaga pendistribusi makanan tak paham menggunakan mesin pemanas. Dan ditambah lagi mesin pemanas (heater) sering rusak karena tak dirawat baik. 

Melihat rangkaian kelemahan ini, perlu dilakukan pemeringkatan perusahaan katering di tanah suci, Arab Saudi. Sebab, secara umum, proses pemasakan menu makanan di sejumlah perusahaan katering di Arab Saudi dilakukan tidak mengindahkan standar higinitas dan kebersihan. 

Memasak dengan wajan besar, kompor gas besar dalam jumlah banyak tanpa diawasi juru masak, sangat beresiko untuk melayani orang banyak.

Belum lagi jika memperhatikan lingkungan. Jorok. Lalat beterbangan, sampah berserakan di berbagai tempat.

Dari 10 lokasi dapur perusahaan katering yang dikunjungi penulis, hanya tiga perusahaan katering yang memperhatikan higinitas. Lainnya, masih bagus cara memasak orang Indonesia yang mengelola sebuah warung tegal (warteg) di sejumlah lokasi ibukota Jakarta.

Atas kejadian ini, Kepala Daker Madinah, Subakin Abd Mutholib buka mulut.

Buruknya penyuguhan menu makanan dari sejumlah perusahaan katering makin terkuak diawali tatkala pengawas katering PPIH, Sri Ilham Lubis, menjumpai Subakin. 

Kadaker Madinah merasa tersinggung. Pasalnya, kunjungan Sri Ilham ke dapur Fatani dianggap mementahkan kerja tim Daker Madinah. Terlebih data dan fakta telah dilaporkan ke Ketua PPIH Arab Saudi di Jeddah.


Ketidakberesan

Hal ini memunculkan dugaan, bahkan spekulasi bahwa PPIH tak percaya dengan kerja Daker Madinah. Atau bisa jadi, pihak PPIH mendapat "tekanan" atau intevensi dari luar sehingga harus memaksa Sri Ilham Lubis melakukan pengecekan ke lapangan lagi. Maklum, persoalan katering memiliki matarantai yang di hulunya melibatkan "penggede".

Kasus Azidin, di DPR RI, beberapa tahun silam, mengingatkan semua pihak bahwa di tanah suci ada wilayah "abu-abu". Dan, watak Abu Jahal pun masih ada yang bersarang di hati warga Indonesia di tanah suci. Tak terkecuali, di dalamnya ada para penggede.

Sekedar diketahui, beberapa tahun silam, anggota Komisi VIII DPR, Azidin, dari Fraksi Partai Demokrat, terlibat dalam kasus percaloan pemondokan haji. Kasus ini, memang sudah mengendap. Tapi, sebagian besar publik masih ingat.

Kini, menyangkut pelayanan publik- jemaah haji - ada perusahaan katering, Fatani dipertimbangkan tidak akan mendapatkan kontrak untuk melayani jamaah tahun depan. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menilai perusahaan katering ini sudah dua kali membuat kesalahan fatal yang hampir menyebabkan jamaah mengonsumsi makanan basi.

"Kami akan pertimbangakn katering Fatani tidak akan mendapatkan kontrak lagi tahun depan," ujar Ketua PPIH Syaerozi Dimyati di Kantor Teknis Urusan Haji Jeddah (2/12).

Selain mempertimbangkan memberhentikan kontrak tahun depan, PPIH juga sudah menjatuhkan sanksi untuk mengurangi kontrak jumlah porsi makan jamaah haji di Madinah. Seharusnya Katering Fatani mendapatkan jatah melayani 30 ribu box nasi lengkap dengan lauk pauknya. "Sudah kami kurangi separuhnya saja," kata Syaerozi.

Idealnya PPIH sudah harus memutuskan kontrak dengan perusahaan katering itu. Tapi itu tak dilakukan, dengan pertimbangan alasan pelayanan pada jamaah. 

Kalau diputuskan untuk menghentikan kontrak pengadaan makan sekarang juga, PPIH harus mencari kembali perusahaan catering yang baru. Belum tentu juga lebih baik karena dengan volume yang besar kami harus memelajari dulu riwayat catering baru pengganti, ujar Syaerozi.

Kesalahan kedua terbaru yang dilakukan oleh Fatani adalah tentang alat pemanas makanan (heater) yang kembali tidak berfungsi. Padahal saat melayani jamaah haji gelombang pertama, Katering Fatani telah menyebabkan 57 orang jamaah haji mengalami diare. Penyebabnya adalah heater yang rusak, sehingga makanan cepat basi.

Katering Fatani mengatakan telah 12 kali menyediakan konsumsi untuk kloter 7 BTJ. Selama ini tidak ada masalah dan baru kali ini ada makanan basi. Ditegaskan, heater yang mereka pakai pun merupakan heater baru. Pihak Fatani menyanggupi untuk mengganti makanan basi tersebut. 

Tapi untuk pengiriman makanan baru tersebut butuh waktu 1,5 hingga 2 jam.

"Kami sudah panggil teknisi, kita minta cek ulang semua heater, ada 60 heater, akan kami cek lagi semua," kata Iman, penanggung jawab operasional Fatani.

Beruntung untuk kesalahan yang kedua ini, catering box belum sempat didistribusikan dan dimakan oleh jamaah. "Kebetulan jamaah haji sudah cek dan mengetahui bila makanan kembali basi, sehingga tidak jadi dimakan jamaah haji," kata Syaerozi. 

Jika melihat kasus menu basi di Madinah, sesungguhnya bukan hanya Fatani yang memberikan pelayanan buruk. Masih ada katering lain. Karena itu, untuk ke depan, mengikat kontrak dengan perusahaan katering untuk pelayanan haji perlu kejelasan.

Menurut Sri Lubis, kejelasan yang dimaksud adalah jelas perusahaan keteringnya. Bukan perusahaan katering abal-abal. Jelas sanksi yang harus diberikan, jelas kemampuan SDM yang dimiliki dan ada kejelasan parameter yang diterapkan PPIH Arab Saudi.




























0 komentar:

Posting Komentar