Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

DEWAN PERS: KEDEPANKAN HATI-HATI DALAM PEMBAHASAN AGAMA

Written By Unknown on Jumat, 18 Juli 2014 | 14.49


Catatan Edy Supriatna - Bandung, 18/7 (Antara) - Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Muhammad Ridlo Eisy menyarankan bahwa pembahasan yang mendasar tentang agama dilakukan dengan mengedepankan kehati-hatian, dan sebaiknya dilakukan di tempat serta media khusus.

         Tempat umum dan media umum hendaknya dapat digunakan untuk menyampaikan hal-hal yang non-kontroversial, katanya ketika bericara di hadapan para wartawan dari berbagai media pada "Workshops peningkatan peran jurnalis dalam pengelolaan kerukunan antarumat beragama di Indonesia", di Bandung, Jabar, Jumat.

         Dalam pemilihan tempat ini, Ridlo Eisy tidak menentukan kriteria yang pas. Tapi untuk pembahasan seperti fikih - dalam agama Islam - bisa saja dilakukan di tempat umum. Namun, jika sudah masuk ranah tasauf bisa dilakukan ditempat khusus.

         Terkait dengan pemilihan tempat itu untuk acara keagamaan, ia minta harus dilakukan hati-hati pula. Pasalnya, jika media elektronik seperti televisi yang digunakan, terlebih saat siaran langsung, tanpa disadari pengisi acara keceplosan sehingga dapat menimbulkan persoalan.

         Ia mengatakan pula, orang boleh bersikap bahwa keyakinan yang dianutnya adalah yang paling benar. Tapi, jangan paksakan kebenaran yang diyakini kepada orang lain, apalagi yang berbeda keyakinan dengannya.
         Apa jadinya kalau pemaksaan dan penghancuran kelompok yang tidak sama dengan keyakinan suatu kelompok dibiarkan? Perang? Penindasan? Lantas, siapa yang menjadi pencegah konflik agama ini. Jawabnya, negara.

         Muhammad Ridlo Eisy mengingatkan kalangan pers atau wartawan hendaknya dapat bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk.

         Selain itu, tuturnya, wartawan pun harus menguji informasi, memberitakan secara seimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

         Di sisi lain ia pun mengimbau agar wartawan tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskiriminatif terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

         Tegasnya, kata dia, prasaka di sini adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Diskriminatif adalah perbedaan perlakuan.

0 komentar:

Posting Komentar