Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

MENJAGA KEMABRURAN HAJI DENGAN KESALEHAN SOSIAL

Written By Unknown on Kamis, 12 Juni 2014 | 03.14

 Catatan Edy Supriatna -Mustahil bin mustahal, kata Ahmad, orang Betawi ketika diceritakan bahwa di tanah air dewasa sudah berdiri sebuah masjid dengan panggilan Masjid Mekkah.
Dengan nada penuh heran, Ahmad yang baru menunaikan ibadah haji pada musim haji 1432, lantas balik bertanya kepada pembawa cerita. Bila memang ada, dimana masjid itu? Kapan dibangun dan siapa pula yang memberi nama sebagai Masjid Mekkah. Apakah ada riwayat tersendiri dengan sebutan Mekkah?
Pertanyaan seperti Ahmad itu juga terlontar dari umat Muslim lainnya yang baru pulang beribadah haji saat mendengar certa bahwa di Indonesia kini sudah berdiri Masjid Mekkah. Jika berbicara kemungkinan, tentu bisa saja terjadi. Tetapi, dimana dan bagaimana bentuk masjid yang menyandang sebutan kota Mekkah itu.
Di Mekkah, memang ada masjid terbesar di dunia, Masjidil Haram. Di kota Mekkah pun banyak masjid di berbagai lokasi pemukiman. Tetapi, mengapa ada masjid menggunakan nama kota Mekkah. Bisa jadi jika cerita itu benar, maka merupakan peristiwa yang pertama di Indonesia.
Sayangnya, untuk mencari Masjid Mekkah tergolong sulit. Sebab, masjid itu jika dicari di dalam peta tak bakal dapat dijumpai. Pasalnya, selain masjid itu tak terlalu besar juga tak memiliki papan nama seperti masjid-masjid yang ada di tanah air. Kebanyak masjid memiliki papan nama dan alamat jelas. Bahkan, agar lebih dikenal luas, pengurus masjid menempatkan nama masjid besar-besar pada dinding masjid bersangkutan. Dan karena sulit dicari, lantas orang banyak berkesimpulan “jangan-jangan” Masjid Mekkah cuma cerita saja. Ada suara tapi jika dicari sukar dijumpai wujudnya.
Di Surabaya – Masjid Jamik Mekkah, demikian sebutan lengkapnya, sudah berdiri sejak 2005. Tepatnya di Jalan Bendul Merisi Indah, Surabaya. Warga sekitar masjid itu sendiri juga tak banyak tahu. Pasalnya, tulisan Masjid Mekkah hanya ditulis dengan huruf Arab. Bentuknya kecil, di atas marmer ukuran 30 x 40 Cm dan ditempel di tembok luar masjid menghadap timur.
Mengapa sampai disebut Masjid Mekkah? Warga sekitar pun tak mampu menjelaskan latar belakangnya. Bahkan, para pengurusnya pun mengelak untuk menjelaskan latar belakang pendirian masjid tersebut. Kalaupun ada keterangan, yang jelas rumah ibadah itu didirikan dimaksudkan untuk meningkatkan kesalehan sosial dan ketaqwaan umat muslim kepada Allah.
H. Satoto Katim, wakil ketua takmir, yang mengaku naik haji pada tahun 1983, menceritakan bahwa Masjid Jamik Mekkah ukuran masjid 15×15 meter. Ukuran tanah 21×21 dan mulai dibangun pada 2003.
Katanya, masjid jamik sudah banyak. Ditambahi dengan nama Mekkah lantaran masjid itu dapat bantuan dari orang Arab di Mekkah, melalui Yayasan Arab Nidaul Fitrah.
Kebetulan lagi, lanjut dia, Ketua Takmir Masjid Jammi Mekkah, H. Saiful, yang juga menjadi ketua RW II di kawasan tersebut, sering ke Arab. Ia banyak kenal orang Arab lantaran setiap tahun pergi umroh.
Satoto menyebut, pembangunan masjid, dengan daya tampung 300 orang, itu menghabiskan dana Rp700 jutaan. Sebanyak Rp300 juta berasal dari Arab. “Dengan demikian, ke Mekkah gak usah jauh,” katanya dengan nada bercanda.
Ketua Takmir Masjid Jamik, drh. H. Saiful, yang dijumpai secara terpisah, mengatakan, masjid tersebut diperkirakan mulai difungsikan secara penuh pada 2005. Ia mengaku pergi haji pada 2006. Karena itu ia menolak jika masjid itu dibangun dikaitkan sumbangannya sehingga masjid mungil dan indah itu dapat berdiri. “Itu nggak ada hubungannya. Karena orang haji kan nggak boleh bilang begitu. Itu semua karena Allah,” ia menjelaskan.
Berdoa – Namun diakui ketika berada di Mekkah banyak berdoa agar dapat dimudahkan membangun masjid. Sepulang dari ibadah haji, ia tak memiliki uang untuk membangun masjid. Maka, jadilah ia sebagai pengurus masjid. “Saya juga menjadi pengurus masjid An Nur di Bendul Merisi sudah tujuh tahun. Menjadi pengurus masjid dekat rumah saudara di Bogor, Jawa Barat. Alhamdulilah, sejak saat itu rezeki lancar,” kata Saiful, yang kini menjadi Direktur Marketing PT Wonokoyo, perusahaan pakan ternak di Surabaya.
Alumnus fakultas kedokteran hewan Unair Surabaya itu juga minta agar sumbangannya terhadap pembangunan masjid tidak dibesar-besarkan. Hal itu bisa saja melahirkan rasa ria yang bisa mengganggu kesalehan sosial seseorang.
Dr KH Imam Ghazali Said MA, pengasuh pesantren An-Nur Surabaya mengatakan, pihaknya tahu sejarah berdirinya masjid tersebut. Masjid milik orang salafi. Sebelum berdiri, para penggagas pembangunan masjid tersebut minta bantuan dirinya, karena saat itu status tanahnya itu milik Pemkot Surabaya. “Mereka ingin tanah itu dilepas untuk kepentingan sosial, insya-allah akan selesai dalam 2-3 tahun ke depan,” cerita  Imam Ghazali.
Ia mengatakan, masjid itu memang dibangun atas bantuan Rabithoh Alam Islamiah. Hal itu bisa dilihat pada prasasti masjid. Tapi, yang jelas, mayoritas besarnya dana pembangunan datang dari seorang janda di daerah itu. Janda itu punya nazar untuk membangun masjid sepulang dari haji. Dinamakan Masjid Jamik Mekkah karena nazar sepulang menunaikan ibadah haji.(ant)



0 komentar:

Posting Komentar