Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

MENAG MENGAKU BELAJAR HAM DARI MUNIR

Written By Unknown on Rabu, 02 Juli 2014 | 23.52


     Catatan Edy Supriatna - Jakarta, 3/7 (Antara) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku banyak belajar tentang hak asasi manusia (HAM) dari almarhum Munir, meski demikian wawasannya tentang hal itu hingga kini masih terbatas.

         "Almarhum Munir bukan sekedar teman, tetapi juga sahabat yang banyak memberi pemahaman tentang HAM kepada saya semasa hidupnya," kata Lukman sebelum memberikan kuliah umumnya di hadapan sejumlah para penggiat HAM di Auditorium Langen Palikrama, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/) malam.

         Pemikiran Munir Said Thalib banyak mewarnai penempatan HAM dalam konstitusi. Kerja keras Munir telah berhasil membangun kesadaran terhadap tegaknya harkat manusia dalam HAM.

         Tampil mengenakan baju batik tanpa songkok di atas podium, Menag di hadapan para penggiat HAM kembali menegaskan bahwa dirinya tak cukup banyak memahami HAM. Wawasannya dalam hal ini sangat terbatas. Karena itu jika materi yang disampaikan dianggap sebagai kuliah umum, menurut dia, sesungguhnya tidak tepat. Namun lebih tepat disebut sebagai sharing atau berbagi pengalaman.

         Jadi, jika hal itu sebagai materi kuliah sama saja dengan pekerjaan menggarami lautan. Pemahaman tentang hal HAM lebih tepat disampaikan Karlina Supelli, pakar HAM perempuan Indonesia yang banyak aktif dalam aktivitas isu-isu kemanusiaan.

         Dan, sebagai ungkapan rasa syukur bahwa dirinya diberi kesempatan dan kehormatan berbicara di hadapan para aktivis HAM, Menag Lukman mengajak hadirin untuk membacakan surat Al Fatiha bagi almarhum Munir.

         Ia menambahkan, sebelum menghadiri acara tersebut, sepekan sebelumnya didatangi istri mendiang aktivis HAM Munir, Suciwati.

         Menag mengatakan menyanggupi permintaan tersebut. Terlebih almarhum Munir memiliki jasa besar dalam pemahaman HAM di Tanah Air.

         Mengawali ceramah dengan tema Ramadhan dan HAM, Lukman menyebut bahwa dalam prespekatif Islam banyak contoh yang dilakukan para ulama terkemuka seperti Syekh Saketi dan Syeikh Junaid al Baghdadi, seorang sufi terkemuka.

         Namun dalam pemahaman Islam, lanjut dia, ada syariat yang harus dilaksanakan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Syariat itu menyangkut lima hak dasar,yaitu: Pertama menjaga kesucian agamanya. Setiap umat Islam dituntut untuk menjaga kesucian dengan memupuk akidah atau keyakinannya kepada Allah melalui aktivitas keagamaannya sehari-hari. Hak ini kemudian dikenal sebagai Hifduddin.

         Kedua, Hifdunnafsi yang artinya menjaga kehormatan dirinya. Tujuannya setiap muslim khususnya agar memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, memelihara dirinya agar tidak terjerumus dalam jurang kenistaan.

         Ketiga Hifdul 'aql, yaitu menjaga akal. Keempat Hifdun Nafs (menjaga keturunan) dan kelima Hifdul Mall (menjaga harta). Kelima hak dasar ini jika dijabarkan tentu punya dimensi luas untuk menjaga harkat dan martabat manusia.

         Ia mengatakan, Esensi ajaran setiap agama adalah mengajak umatnya untuk memanusiakan manusia. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi manusia yang dilanggar hak-haknya, apalagi pelanggaran itu dilakukan dengan mengatasnamakan agama.

         Menag mengatakan bahwa agama selalu mengajak kepada kedamaian  dan keselamatan, bukan membuat perpecahan. Ajaran Agama bertujuan mewujudkan perdamaian, persatuan, dan hal-hal positif.

         Menag pun mengajak umat Islam untuk tidak menjadikan agama sebagai alat untuk memecah belah. "Jangan jadikan agama sebagai alat memecah belah, mendiskreditkan satu dan yang lain atau menjelekkan satu dengan yang lain," ungkap Menag.

         "Jangan sampai agama menjadi faktor yang memisahkan antara umat manusia, karena tidak ada satupun agama yang mengajarkan perpecahan, permusuhan, dan pertikaian," tambahnya.

         Menag menambahkan bahwa Pemerintah bersama-sama masyarakat dan tokoh agama terus berusaha untuk membina kerukunan antar umat beragama demi kemaslahatan atau kemanfaatan bersama yang bisa dirasakan umat manusia.

         Terkait dengan HAM, ia mengatakan, hak pada setiap manusia harus dijaga, harus dilindungi, itu adalah hak yang tanpa batas. Tapi bagaimanapun juga kebebasan kita dibatasi karena ada kebebasan orang lain," katanya.

         Setiap orang wajib menghargai HAM, oleh karena itu hak yang melekat pada orang lain wajib dihargai, dan menjadi pembatas bagi hak pribadi.

         Pemahaman HAM yang salah adalah HAM tanpa batas, soal kebenaran mutlak. Orang-orang semacam itu merasa dirinya paling benar, menjadikan pembenaran untuk memaksakan pemahamannya ke orang lain.

         "Maka dia kemudian merasa berhak memaksakan keyakinan yang dimilikinya ini ke orang lain, ini problem kita," ujarnya.

         Dalam Islam pun HAM juga sudah dijelaskan dengan baik di kitab suci. Ia menyinggung cerita Nabi Nuh AS, yang tidak mampu menyelamatkan anak dan istrinya ketika banjir bandang datang. Nabi Nuh pun, lanjut Lukman, tak memaksakan pemahamannya kepada keluarganya untuk percaya soal banjir bandang.

         Untuk itu ia berharap Omah Munir dapat menjadi salah satu institusi yang bisa memberikan pemahaman yang benar tentang HAM, sehingga mengurangi pergesekan terkait hak yang melekat itu.

0 komentar:

Posting Komentar