Catatan Edy Supriatna - Kementerian Agama (Kemenag)
mengimbau kepada seluruh umat untuk tetap memegang teguh Ukhuwah Islamiah,
toleransi beragama, dan tetap saling menghormati keyakinan dalam perbedaan Idul
Adha, sehingga kekhusyukan ibadah pada bulan Zulhijjah tetap terjaga.
Imbauan itu disampaikan Direktur
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Muchtar Ali di Jakarta, Senin,
yang didampingi Sekretaris Ditjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin dan Cecep
Nurwendaya dari Planetarium dan Observatorium Jakarta yang juga anggota Badan
Hisab Rukyat Kementerian Agama RI.
Sebelumnya, ada perbedaan dalam
penetapan awal Zulhijjah. Ormas Islam Muhammadiyah menetapkan Idul Adha pada 4
Oktober 2014, sedangkan Pemerintah melalui sidang Itsbat (yang dilakukan pada
24 September 2014) menetapkan 1 Zulhijjah 1435 H jatuh pada hari Jumat, 26
September 2014 dan 10 Zulhijjah 1435 H (Idul Adha) bertepatan dengan tanggal 5
Oktober 2014. Artinya, Idul Adha pada 5 Oktober 2014.
Cecep juga menyebutkan bahwa
hasil perhitungan yang dihimpun Tim Hisab Rukyat Kemenag dari berbagai sistem
hisab sepakat bahwa ijtimak menjelang awal bulan Zulhijjah terjadi pada hari
Rabu, 24 September 2014 M bertepatan dengan 29 Zulkadah 1435 H pada jam 13:15
WIB. Saat matahari terbenam pada tanggal tersebut, posisi hilal di seluruh
Indonesia pada ketinggian antara -0.5 derajat (minus 0 koma 5 derajat) sampai
+0.5 derajat (0 koma 5 derajat).
Pada hari rukyat Rabu, 29 Zulqadah
1435 H/24 September 2014 M, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia di
bawah batas Imkanur Rukyat. Berdasarkan hasil laporan pelaksanaan Rukyatul
Hilal di seluruh Indonesia hilal tidak terlihat.
Muchtar Ali menegaskan penetapan
1 Zulhijjah 1435 H yang ditetapkan pemerintah juga sesuai kesepakatan negara
Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam Mudzakarah Rukyat dan Takwim
Islam Negara MABIMS tanggal 21 sampai 23 Mei 2014 di Jakarta dan Hasil Temu
Karya dari para pakar Hisab Ruykyat dan Astronomi tanggal 22 September 2014 di
Jakarta.
Sementara itu, Arab Saudi
mempunyai acuan penanggalan berdasarkan kalender Ummul Quro, dalam situs
resmiya tertulis tanggal 1 Zulhijjah bertepatan dengan tanggal 25 September
2014.
Mahkamah Ulya Saudi menetapkan
berdasarkan laporan terlihatnya hilal di Arab Saudi bahwa 1 Zulhijjah
bertepatan dengan tanggal 25 September 2014 sehingga Idul Adha (10 Zulhijjah)
jatuh pada 4 Oktober 2014.
Ia menegaskan perbedaan
penetapan pemerintah Indonesia dan Saudi adalah sesuatu yang bisa saja terjadi
disebabkan perbedaan matla (wilayah hukmi).
"Itu sesuai dengan
penegasan MUI bahwa penetapan awal Zulhijjah/Idul Adha berlaku dengan matla
masing-masing negara. Dalam hal ini ulama telah konsesus. Indonesia dalam
melaksanakan Idul Adha tidak dibenarkan mengikuti negara lain yang berbeda
matla," katanya.
MENAG: MADRASAH KINI JADI "TRENDSETTER"
Oleh Edy Supriatna Sjafei
Wonosobo, 22/9 (Antara) - Mentri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, pesantren dan madrasah kini mampu tampil percaya diri dalam melakukan perubahan-perubahan, bahkan menjadi "trendsetter" bukan "follower".
Wonosobo, 22/9 (Antara) - Mentri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, pesantren dan madrasah kini mampu tampil percaya diri dalam melakukan perubahan-perubahan, bahkan menjadi "trendsetter" bukan "follower".
Madrasah kini telah menjadi pengendali "trend", bukan sekedar
pengikut bagi model pendidikan di Indonesia, kata Lukman Hakim ketika
melaunching Madrasah Al Hikam Cendekia Wonosobo, Jawa Tengah, Senin (22/9)
siang.
Hadir
dalam kesempatan itu Direktur Pendidikan Madrasah Nur Kholis Setiawan, Kakanwil
Kemenag Prov. Jateng Khaeruddin, Kanwil Kemenag Prov DIY Maskhul Haji, Pimpinan
Pondok Pesantren KH Mahmud Ismail, Wakil Bupati wonosobo Maya Rosyida dan
sejumlah pejabat setempat, para ulama dan tokoh masyarakat.
Ia berharap, inovasi dan keunggulan yang dimiliki pesantren dan madrasah harus
tetap dijaga. Bahkan harus ditingkatkan. Dan pendirian madrasah di dalam
lingkungan pesantren Al Hikam Wonowobo, ia mengingatkan, tidak boleh melarutkan
kemampuan khas pesantren. Yaitu, membaca kitab kuning dan budaya pesantren dengan
figur sang kiayi.
Ia
menyebut, walaupun setiap hari santri bisa mendengar dan menonton kiayi di
pesantren atau kuliah seorang guru besar terbaik yang di-download dari
internet, santri tidak bisa men-download suasana belajar yang dibentuk atau
terbentuk di dalamnya.
Suasana
kehidupan pesantren tidak semua orang dapat secara tiba-tiba dapat
mentransfernya. Sebab, di sini membutuhkan usaha yang luar biasa, termasuk
menciptakan budaya bagi komunitas di dalamnya yang "committed" dengan
dunia keilmuan.
Ia
mengatakan, kemajuan pendidikan madrasah dan pesantren ditandai dengan para
alumninya yang sukses dan mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Melalui pemberian bea siswa santri berprestasi, hasil nyata sudah terlihat.
Dengan bea siswa yang diterima, banyak di antaranya melanjutkan pendidikan ke
luar negeri.
Fakta
ini merupakan upaya menepis tuduhan bahwa ikut pendidikan di madrasah akan
masuk jurang "madesu" atau masa depan suram. Padahal belajar di madrasah
dan pondok pesantren dapat memiliki ilmu agama yang bagus, moderat dan
progresif dan kedalaman ilmu umum pada saat bersamaan.
Dengan cara ini, ia menegaskan, diharapkan lahir kiayi haji yang ahli
biotelnologi, ahli fisika modern, atau fasih berbicara manajemen dan akhirnya
mengharumkan agamadi dunia internasional.
Sebelumnya
Menag Lukman menjelaskan bahwa bangsa Indonesia harus bangga dengan adanya
pesantren, yang merupakan "rahim" lahirnya madrasah, bahkan perguruan
tinggi. Kini pendidikan tersebut mengalami kebangkitan dengan ditandai bahwa
pendidikan berbasis agama menjadi incaran, tumpuan masyarakat agar terbentuk
generasi muslim yang memiliki karakter unggul, kemampuan ilmu yang kombinatif;
agama dan umum secara bersamaan.
Jika
dulu pendidikan agama Islam seperti identik dengan keterbelakangan, statis dan
jauh dari dinamis, saat ini persepsi seperti itu sudah berubah. Pesatnya
penidikan di madrasah dan pesantren menjadi simbol kemajuan sistem pendidikan,
yang mampu mengintegrasikan iman, taqwa, dan ilmu pengetahuan. Atau dengan
sebutan lain integrasi Islam dan "sciences", kata Lukman Hakim.
***3***
0 komentar:
Posting Komentar