Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

RUH PENYELENGGARAAN HAJI

Written By Unknown on Kamis, 12 Juni 2014 | 02.54

Catatan Edy Supriatna - Penyelenggaraan ibadah haji 1431 H/2010 M akan berakhir 21 Desember 2010, namun ditengah "plus dan minus" pelaksanaan ritual haji, ada satu pertanyaan yang sulit dijawab, yaitu menyangkut kemabruran haji seseorang.

Hal ini sangat penting, karena ruh dari penyelenggaraan haji adalah sampai sejauh mana kemabruran haji seseorang. Dalam berbagai literatur, para ulama menyebut bahwa haji mabrur itu memiliki indikator, antara lain patuh melaksanakan perintah Allah SWT, melaksanakan sholat, konsekuen membayar zakat.

Juga sungguh-sungguh membangun keluarga sakinah mawaddah dan wa rahmah, selalu rukun dengan sesama umat manusia, sayang kepada sesama makhluk Allah SWT.

Selain itu juga konsekuen meninggalkan larangan Allah SWT, terutama dosa-dosa besar, seperti syirik, riba, judi, zina, khamr, korupsi, membunuh orang, bunuh diri, bertengkar, menyakiti orang lain, khurafat, serta bid`ah.

Gemar melakukan ibadah wajib, sunat dan amal shalih lainnya serta berusaha meninggalkan perbuatan yang makruh dan tidak bermanfaat.

Aktif berkiprah dalam memperjuangkan, mendakwahkan Islam dan istiqamah serta sungguh-sungguh dalam melaksanakan amar maruf dengan cara yang m'aruf, melaksanakan nahi munkar tidak dengan cara munkar.

Memiliki sifat dan sikap terpuji seperti sabar, syukur, tawakkal, tasamuh, pemaaf, dan tawadlu.

Malu kepada Allah SWT utk melakukan perbuatan yang dilarang-Nya. Semangat dan sungguh-sungguh dalam menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam.

Haji mabrur juga bila bekerja keras dan tekun untuk memenuhi keperluan hidup dirinya, keluarganya dan dalam rangka membantu orang lain serta berusaha untuk tidak membebani dan menyulitkan orang lain.

Multi efek dari haji mambrur adalah membentuk karakter bangsa, jauh lebih baik ke depan, kata Cepi Supriatna, ayah tiga anak dari hasil perkawinannya dengan Neneng Nurjanah.

Hidup perlu keseimbangan. Dalam perhajian juga hal semacam itu dibutuhkan. Tak melulu diisi dengan kebutuhan jasmaniah, tetapi rohani pun harus dikedepankan. Terlebih ketika melaksanakan ibadah haji, jemaah perlu kenyamanan dalam melaksanakan haji secara tertib sesuai panduan manasik haji.

Memang ada yang harus dibetulkan dalam berhaji. Di antaranta kewajiban menyediakan pondokan, transportasi, katering dan layanan kesehatan menjadi domain Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).

Untuk kewajiban ini memang terasa ada kekurangan dan kelebihan. Tetapi ketika masuk wilayah ritual ibadah, tingkat kepatuhan jemaah dalam melaksanakan rangkaian ibadah masih perlu dibenahi.

Hal ini menjadi penting. Sebab, ruhnya pelaksanaan haji bagi seseorang terletak ada di situ. Ada kaitan atau mata rantai erat dengan kebabruran haji seseorang.


Kebutuhan Fisik

Tanpa bermaksud menutupi adanya kekurangan layanan penyelenggaraan ibadah haji, menjadi perhatian semua pihak bahwa masih ada jemaah berfikir mementingkan kebutuhan fisik. Jika mendapati layanan terasa kurang, beramai-ramai melancarkan protes dengan cara tak elok.

Jika direnung ke belakang, pelaksanaan penyelenggaraan haji memang harus dilakukan penuh kehati-hatian. Sikap ria harus ditekan, karena semua itu berkaitan dengan pelayanan tamu Allah. Bisa jadi, satu sisi memperoleh keberhasilan, sisi lain yang ingin ditutupi bolong.

Ungkapan itu bermakna, jika pada tahun ini layanan transportasi dinilai tak menimbulkan masalah, di sisi lain bidang perumahan menghadapi persoalan. Jika pada tahun-tahun lalu katering bermasalah, tahun berikutnya katering sukses tetapi disusul pondokan terlalu jauh.

Kejadian ini bisa dipersonifikasikan kepada seorang santri tidur di masjid yang menghindari gigitan nyamuk. Agar nyamuk tak menggigit bagian muka, sarungnya diangkat untuk menutupi bagian kepala. Tetapi ia lupa, bagian bawah nyamuk menggigitnya.

Itu bukan berarti PPIH Arab Saudi, mulai tingkat Kepala Staf Tekhnis Urusan Haji (TUH) dan Sektor tak melalukan upaya perbaikan. Dari tahun ke tahun, upaya perbaikan dilakukan. Bukan berati pula persoalan muncul di tempat yang sama, tetapi berkali-kali tak bisa diperbaiki.

Bukan demikian pemahamannya. Karena pelaksanaan ibadah haji, dengan 221 ribu orang dan digelar di negeri orang, membutuhkan dukungan semua pemangku kepentingan. Ibarat mobil berjalan, hanya karena ban kempes, bisa jadi semua pelaksanaan ibadah haji terganggu.

Adanya kelemahan ini, PPIH kerap menjadi "tong" sampah, sebagai tempat pelampiasan kemarahan. Konsekuensi logisnya, maka ritual haji menjadi tak bermakna.

Karena itu, bimbingan akan pemahaman haji di tanah air harus menjadi titik sentral semua pemangu kepentingan. Manasik haji yang diberikan di tanah air, materinya perlu ditingkatkan. Berlum lagi, dewasa ini, masih banyak umat Islam tak paham kaitan penyelenggaraan ibadah haji dengan ta`limatul haj.


Langkah Perbaikan


Secara keseluruhan, penyelenggaraan haji berjalan baik. Pendapat ini juga pernah disampaikan Menteri Agama Suryadharma Ali beberapa waktu silam.

Tetapi lebih penting ke depan adalah langkah perbaikan. Bidang transportasi di Mekkah yang tahun lalu dikhawatirkan mengalami gangguan, ternyata berjalan sukses.

Soal transportasi memang masih harus diperbaiki lagi dengan angka ratio 1 : 400 dengan sistem yang ada tetap harus dipertahankan.

Yang menjadi hal, bidang pemondokan. Persoalan uang sisa selisih sewa pondokan menjadi masalah sebagai dampak dari sistem ril kos. Jika dahulu menggunakan sistem zoning, sekarang berubah disusul adanya kesenjangan kualitas fasilitas pemondokan.

Penempatan pemondokan jemaah di ring I 67 persen dan selebihnya di ring II, suatu langkah maju. Terlebih tak ada jemaah menolak ketika datang ke pemondokan. Hanya saja, persoalan uang sisa selisih pondokan itu kadang diributkan jemaah.

Terkait dengan upaya peningkatan layanan itu, diharapkan pihak magtab dapat menempatkan kantor perwakilannya di tengah jemaah haji Indonesia. Ini dimaksudkan agar layanan terhadap jemaah lebih optimal. Utamanya, ketika terjadi kematian.

Jemaah jangan dipersulit, terkait dengan hal ini. Terkait dengan kematian,  peristiwa kematian di pemondokan dapat ditekan pada pelaksanaan musim haji. Untuk musim haji ini, angka kematian di pemondokan cukup tinggi. Hampir mencapai 30 persen dari 403 orang jemaah wafat di tanah suci.

Perbaikan-perbaikan tersebut, sejatinya agar jemaah dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna. Namun kesempurnaan itu akan sulit dicapai saat jemaah haji pun tak memberi ruang untuk melakukan perbaikan, misalnya lebih mementingkan kebutuhan fisik ketimbang ritual yang menjadi kewajiban dalam berhaji.

Ruh pelaksanaan ibadah haji terletak pada kebabrurannya. Untuk itu, para pemangku kepentingan harus duduk bersama. Menyatukan sikap dan perbuatan.

0 komentar:

Posting Komentar