KORUPSI DIMULAI DARI SISTEM YANG
BURUK
Catatan Edy Supriatna-Para
ulama mengajarkan kepada umatnya bahwa Allah senantiasa melihat setiap
perbuatan manusia dan akan menghisabnya di akhirat. Dalam ritual haji saja pun,
ada sebagian jemaah meyakini, tentang larangan berbuat zalim. Apa lagi mengambil
hak orang lain, maka perbuatan larangan agama selama berada di Tanah Suci itu,
balasannya akan dirasakan sebelum kembali ke Tanah Air.
Keyakinan demikian sejatinya merupakan benteng moral yang
paling kokoh dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Termasuk perbuatan
lainnya yang bertentangan dengan ajaran agama, karena adanya pengawasan dan
penegakan hukum.
Oleh karena itu, perlu diyakini bahwa jika ada orang
beragama yang berbuat korupsi atau orang Kementerian Agama (Kemenag) terperosok
ke dalam perbuatan korupsi, yang salah bukan agamanya atau pun institusinya,
tetapi tanggung jawab individu dan tidak konsisten menjalankan ajaran dan nilai
agamanya.
Dr. H. Mohammad Hatta, Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia
dan Wakil Presiden Pertama RI pernah menyatakan, “Pengakuan kepada Tuhan Yang
Masa Esa tidak dapat dipermain-mainkan, tidak saja berdosa, sebagai manusia kita menjadi makhluk
yang hina, apabila kita mengakui dengan mulut dasar yang begitu tinggi dan
suci, sedangkan di hati tiada dan diingkari dengan perbuatan.”
Setiap pejabat Kemenag memiliki tanggung jawab yang sama
dalam menjaga citra dan wibawa kementerian ini. Peran dan tugas kementeriana
itu dalam pembangunan bidang agama harus dikawal oleh aparatur yang profesional
dan berintegritas, sehingga menghasilkan tata kelola organisasi yang baik, tata
kelola keuangan yang akuntabel, serta
kualitas pelayanan kepada masyarakat yang prima.
Hingga kini masyarakat
menginginkan Kemenag berwajah seperti "malaikat". Putih bersih.
Sebab, jika ada titik noda sedikit saja, hal tersebut bakal menjadi persoalan
tersendiri.
Ini
konsekuensi logis dari harapan besar terhadap Kemenag seperti itu. Ekspektasi masyarakat yang demikian tinggi harus
dijawab. Caranya, dengan memberikan sikap keteladanan dan kontribusi positif
bagi lingkungan setempat.
Jajaran Kemenag tidak boleh lalai dalam
mengantisipasi dinamika masyarakat. Selama seluruh persoalan masyarakat tidak
"terbaca" dan tidak dicarikan solusinya, maka jangan harap
keberhasilan dapat digapai.
Persoalan
dan dinamika masyarakat yang ada tentu tak dapat diselesaikan dengan asal
menjawab pula. Hal ini tentunya memang merepotkan karena aparat Kemenag juga
manusia biasa.
Karena
itu pula jajaran Kemenag mulai dari pusat hingga kantor urusan agama (KUA),
sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat di seluruh provinsi , perlu bersikap proaktif dalam
membangun interaksi dan sinergi positif dengan stake-holder atau
pemangku kepentingan keagamaan yang ada di daerah.
Dengan demikian, masalah dan
isu-isu aktual keagamaan yang muncul dapat ditangani dengan cepat dan tepat.
Untuk menangkal
korupsi, jajaran Kemenag dapat memperkuat sistem
organisasi yang responsible terhadap perubahan lingkungan strategis,
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) sebagai aset organisasi, serta
mengimplementasikan program Reformasi Birokrasi yang sudah berjalan selama ini.
Hal ini sejalan dengan ajakan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) , agar kementerian tersebut menjadi teladan dalam hal
pemberantasan korupsi.
Potensi terjadinya tindak pidana korupsi masih ada di berbagai instansi dan
kementerian. Termasuk di Kemenag, ungkap Deputi Pencegahan KPK Cahaya
Harianto ketika memberikan sambutan pada pencanangan pembangunan zona
integritas menuju wilayah bebas korupsi di lingkungan kementerian tersebut,
akhir tahun lalu.
Sambil berkelakar, ia
menyatakan, korupsi memiliki makna negatif. Walaupun sudah tahu
tetapi masih ada juga yang melakukan itu. Hal itu seperti seseorang berada di
dalam WC yang awalnya merasa tak nyaman karena bau, tetapi kelamaan merasa
senang dengan suasana tak sedap itu.
"Lama-lama, dengan bau itu, yang bersangkutan di dalam WC merasa kebal," katanya yang disambut tawa riuh hadirin. Memang, pemberantasan korupsi yang paling efektif dimulai dari keluarga. Anggota keluarga harus berani saling mengingatkan jika ada orangtua memiliki telepon genggam (HP), atau barang lainnya, darimana uang yang diperolehnya.
Mengingatkan seperti itu penting. Sebab, jika ada kepala keluarga diingatkan
tetapi juga tak mengindahkan, maka prilaku korup akan terbawa terus. Demikian
pula di lingkungan kerja, sesama rekan harus saling mengingatkan. Ibarat
pohon, jika tak disiram akan layu. Lantas, mati.
KPK tidak melarang seseorang untuk menjadi kaya. Tetapi, harus diingat, proses dan mendapatkan harta itu haruslah halal. Untuk itu ia jajaran Kemenag diharapkan benar-benar dapat memahami korupsi. Termasuk di dalamnya grafitikasi. Jika tak hati-hati bisa mengarah kepada tindakan penyuapan. Ketika api masih kecil tak membahayakan, tetapi bila sudah menjadi besar sungguh membahayakan sekali. Orang amanah adalah yang bisa dipegang kata dan perbuatannya. Karena itu jajaran Kemenag wajib menjadi teladan dalam kejujuran dan ikhlas melayani. Mementingkan orang banyak, bukan diri sendiri.
Aspek
relegius harus menjadi pendorong memberantas korupsi. Ingat, korupsi dapat mulai
dari sikap buruk dan sistem yang buruk pula.
|
0 komentar:
Posting Komentar