Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

PUBLIK MENANTI ATURAN NIKAH GRATIS

Written By Unknown on Kamis, 10 Juli 2014 | 23.54

Catatan Edy Supriatna - Masyarakat kini masih menanti aturan nikah gratis di kantor urusan agama (KUA) dan berbagai kemudahan lain untuk menikah di luar jam kerja pegawai negeri sipil atau pada hari libur. Meski peraturan pemerintah (PP) 48/2014 tentang biaya nilah sudah ditandatangani presiden, namun tidak serta merta segera dapat diimplementasikan.

       Pasalnya,  tarif pencatatan nikah itu yang tertuang dalam PP 48/2014 sebagai perubahan atas PP 47/2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kementrian Agama (Kemenag) masih membutuhkan dukungan peraturan berikutnya.

       Beberapa hari lalu  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangi  PP tentang tarif biaya nikah yang baru.  PP Nomor 48 tahun 2014 ini masih harus dilengkapi PMK (Peraturan Menteri Keuangan) dan PMA (Peraturan Menteri Agama) agar bisa diimplementasikan, Perlu  peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Agama tentang biaya nikah tersebut.

       Dengan ditandatanganinya PP 48/2014 oleh Presiden tentang biaya nikah itu, ke depan diharapan adanya kejelasan bahwa pengganti PP No 47 Tahun 2014 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Departemen Agama (Depag, kini Kemenag). Berbagai pihak  pun berharap aturan selanjutnya yakni PMK (Peraturan Menteri Keuangan) dan PMA (Peraturan Menteri Agama) sebagai petunjuk teknisnya cepat turun. Tujuannya agar bisa diosialisasikan kepada Kepala KUA, penghulu dan masyarakat.

         PMA nanti akan mengatur pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48/2014 tentang Tarif Biaya Nikah ini. PMA mengatur pendistribusian dukungan dana kepada penghulu untuk kegiatan pencatatan nikah di luar kantor termasuk mengatur tata cara penerimaan dan penyetoran, penyusunan dokumen anggarannya, tata cara penggunaan, mekanisme pencairan, serta penatausahaan dan laporan.

       Irjen Kemenag M. Jasin menyebutkan  penghulu akan menerima tunjangan transportasi lokal dan tunjangan profesi. Hal itu berdasarkan  pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas PP 47/2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kemenag. Melalui aturan baru tarif pencatatan nikah ini, biaya operasional petugas pencatat nikah sudah ditanggung pemerintah. Untuk satu tahun anggaran, alokasi anggaran diperkirakan mencapai Rp1,167 triliun untuk ongkos sekitar 2,153 juta aktivitas pencatatan nikah.

         Berdasarkan PP 48/2014 bahwa  biaya pelayanan nikah ini terdiri dari dua komponen, yakni biaya transportasi dan jasa profesi. Besaran dua komponen itu beragam, tergantung klasifikasi atau tipologi KUA (kantor urusan agama). “Berapa besaran dua komponen ini, kita masih menunggu PMA tentang PP 48/2014 ini keluar,” kata mantan wakil ketua KPK itu.

Empat tipologi jasa

        Informasi dari Kemenag menyebutkan bahwa diperkirakan Tunjangan Transportasi dan Jasa Profesi yang diterima KUA ada empat tipologi, yaitu sebagai berikut:

        Tipologi A: peristiwa nikah di atas 100 per bulan.  Diperkirakan terdapat di 208 KUA dengan jumlah peristiwa nikah/tahun sebanyak 274.608 dan unit cost per peristiwa Rp235.000 (Rp110.000 biaya transport dan Rp125.000 biaya profesi).

        Tipologi B: peristiwa nikah 50 – 99 per bulan.  Diperkirakan terdapat di 1.048 KUA dengan jumlah peristiwa nikah/tahun sebanyak 775.364 dan unit cost per peristiwa Rp260.000 (Rp110.000 biaya transport dan Rp150.000 biaya profesi).

        Tipologi C: peristiwa nikah 0 – 49 per bulan.  Diperkirakan terdapat di 3.827 KUA dengan jumlah peristiwa nikah/tahun sebanyak 1.044.588 dan unit cost per peristiwa Rp310.000 (Rp110.000 biaya transport dan Rp200.000 biaya profesi).

        Tipologi D yang terbagi menjadi dua, yaitu: pertama, Tipologi D-1: peristiwa nikah 0 – 49 per bulan dan KUA berlokasi di daerah terpencil atau daerah perbatasan.  Diperkirakan terdapat di 149 KUA dengan jumlah peristiwa nikah/tahun sebanyak 29.229 dan unit cost per peristiwa Rp1.250.000 (Rp750.000 biaya transport dan Rp500.000 biaya profesi);

       Kedua, Tipologi D-2: peristiwa nikah 0 – 49 per bulan dan KUA berlokasi di daerah terluar dan terdalam dan/atau membutuhkan transportasi khusus.  Diperkirakan terdapat di 150 KUA dengan jumlah peristiwa nikah/tahun sebanyak 30.000 dan unit cost per peristiwa Rp1.500.000 (Rp1.000.000 biaya transport dan Rp500.000 biaya profesi).

       “Dengan total peristiwa nikah per tahun mencapai 2.153.759, anggaran yang dibutuhkan untuk biaya transportasi dan jasa profesi penghulu mencapai Rp671,5 miliar,” terang Jasin.

        Selain itu, PMA ini juga mengatur honor pembantu petugas pencatat nikah sebesar Rp200.000 per bulan untuk 25.188 orang di pulau Jawa dan Rp250.000 per bulan untuk 35.789 orang di luar pulau Jawa. Adapun komponen biaya lainnya yang akan diatur dalam PMA ini adalah biaya bimbingan/pembinaan perkawinan, manajemen, dan monitoring.

       Jasin menegaskan bahwa setelah PP dan PMA yang mengatur biaya nikah ini diberlakukan, maka jangan ada lagi penghulu yang menerima gratifikasi. Menurutnya, penghulu yang menerima gratifikasi dari masyarakat harus melaporkan penerimaan itu ke KPK.

       Bila tidak lapor, lanjut Jasin, maka penghulu tersebut akan mendapat sanksi hukum yang berat sebagaimana diatur dalam pasal 12 B,  UU No 31 1999 jo UU No. 20 tahun 2001.

        “Ancaman hukumannya 20 tahun penjara/seumur hidup, denda 1 milyar rupiah, sekurang-kurangnya Rp250 juta,” terang Jasin.

       “Masyarakat harus diedukasi untuk tidak member!” tambah Jasin.

        Ditanya kapan aturan ini akan diberlakukan, Jasin mengatakan “ikan sepat ikan gabus, lebih cepat lebih bagus. “Jika bisa Februari, itu lebih bagus,” pungkas Jasin.

          Sekretaris Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag  Muhammadiyah Amin mengakui meski Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai biaya akad nikah sudah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun masih harus diatur lebih detail lagi.

          Muhammadiyah Amin mengatakan, PP Nomor 48 Tahun 2014 sudah diundangkan oleh Kemenkumham. Dalam peraturan itu berbunyi PP sudah dapat diberlakukan semenjak diundangkan.

         Namun masih ditemukan kendala jika diimplementasikan. Pasalnya, belum dibuatnya rekening penyetoran untuk tersebut. Karenanya uang tersebut tidak boleh diberikan langsung kepada KUA.

         Harus menggunakan rekening atas nama Sekjen Kemenag. Jadi, rekening belum dibuat, katanya . Apakah nikah gratis sudah dapat diimplementasikan sesuai bunyi dari PP tersebut, Amin tidak berani menjawab dengan tegas.

        "Saya tidak mengatakan bisa atau tidak, tetapi PP itu mengundangkan seperti itu," jelasnya.

         Maka, langkah selanjutnya akan dilakukan koordinasi dalam tingkat internal Bimas Islam Kemenag untuk penerbitan PP Nomor 48 Tahun. Serta segera akan dikeluarkan edaran terkait penerbitan PP tersebut.

         Terkait dengan prihal ini Menag Lukman Hakim Saifuddin mengaku akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Kuangan terkait dengan penerbitan PMA yang mengatur lebih detail mengenai ketentuan yang tercakup dalam PP ini. “Bila dimungkinkan karena tuntutan maka tentu ada peraturan-peratuan yang perlu lebih dirinci lagi,” ujar Menag.

0 komentar:

Posting Komentar