Catatan Edy Supriatna - Irjen Kementerian Agama M. Jasin menyatakan, para ulama
diperlukan untuk ikut melakukan sosialisasi penguatan pemahaman
masyarakat bahwa kewajiban untuk menunaikan ibadah haji hanya sekali seumur
hidup.
Para
ulama kini sudah harus ikut berperan dalam hal ini, pinta M. Jasin ketika
tampil sebagai pembicara dalam Silaturahim, Evaluasi dan Sarasehan Haji 2014
yang diselenggarakan Asosiasi
Bina Haji dan Umroh Nahdlatul Ulama (Asbihu-NU) di Jakarta,
Kamis.
Sebab,
lanjut Jasin, diiperlukan dukungan dan kesadaran dari
masyarakat untuk memberikan kesempatan kepada orang lain yang belum berhaji.
Jadi, haji sekali dalam seumur hidup adalah hukumnya wajib. Sementara yang
sudah berhaji hukumnya sunnah. Jangan sampai yang sunnah mengalahkan yang
wajib.
Ia
mengakui untuk memberlakukan haji hanya sekali bagi seseorang dalam seumur
hidup tersebut diperlukan dukungan dan kesadaran dari masyarakat untuk
memberikan kesempatan kepada orang lain yang belum berhaji.
Pada
acara yang mengambil tema "Tingkatkan Persaudaraan dan Produktivitas"
tersebut nampak hadir Ketua
Asbihu-NU H. Hafidz Taftazani, H. Amir Machmuddin Aziz selaku "head of business
Development" Asbihu-NU dan pendiri Asbihu-NU KH Nuril Huda.
Pada acara
sarasehan tersebut KH Nuril Huda memberi tausiyah tentang pentingnya kesadaran
dalam memperjuangkan keyakinan. Khususnya terkait dengan Ahlus Sunnah
Waljamaah yang menjadi landasan bagi Asbihu-NU.
Organisasi
ini didirikan atas dasar keyakinan dan idealisme. Karena itu KH Nuril Huda
minta kepada pengurus untuk tetap konsisten membina umat, kata KH Nuril Huda.
Terkait
dengan penyelenggaraan ibadah haji, M Jasin menjelaskan bahwa jumlah warga negara Indonesia yang mendaftar
untuk menunaikan ibadah haji terus meningkat. Di sisi lain kuota haji terbatas,
sehingga jumlah jemaah haji tunggu meningkat. Tentu saja hal ini mengakibatkan
adanya peningkatan
jumlah jemaah haji tunggu.
Juga
terjadi penumpukan akumulasi dana haji. Sementara itu, lanjut dia, akumulasi
dana haji berpotensi ditingkatkan nilai manfaatnya guna mendukung
penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas.
Tentu
dilakukan melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien,
transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, katanya.
Keuangan Haji
Untuk
menjamin pengelolaan haji yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel,
menurut Irjen Kemenag itu diperlukan sebuah payung hukum dan kebijakan yang
sinergis. Terkait dengan itulah, maka dengan disahkannya UU nomor 34 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Haji (PKH) diharapkan penyelenggaraan haji ke depan makin
baik.
Poin
penting tujuan pengelolaah keuangan haji, menurut M Jasin, adalah adanya
peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, adanya rasionalitas dan
efesiensi penggunaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), dan manfaat bagi
kemaslahan umat Islam.
Untuk
menyukseskan hal itu, pemerintah kini tengah melakukan pembahasan Peraturan
Pemerintah (PP) turunan UU PKH. Hal yang tak kalah penting adalah melaksanakan
sistem E-Hajj.
E-Hajj, katanya, adalah bagaimana sistem
penyelenggaraan haji berbasis elektronik yang diterapkan secara seragam,
serentak seperti nama paspor, di mana jamaah haji tinggal, transportasi pakai
apa, pemondokan di mana, katering pakai apa, jaminan kesehatan bagaimana serta
fasilitas yang melekat pada jamaah lainnya.
Irjen
Kemenag itu juga menyebutkan bahwa ada 28 item perbaikan pelayanan haji, yang
meliputi sewa akomodasi menjadi sewa semi musim, sewa karpet dan tenda. Item
lainya tak dirinci. ***3***
0 komentar:
Posting Komentar