Catatan Edy Supriatna - Allah menciptakan manusia dengan susunan yang rapi, dari rongga badan yang bisa dilihat sampai yang tersembunyi di dalam tubuh, yang ternyata satu sama lain saling memiliki ketergantungan.
Dalam konteks itu, apa yang dilihat dan didengar perlu dipikirkan. Mulut, rongga dan lidah menjadi satu komponen dalam menerima rezeki melalui mulut. Kerja sama yang apik terjalin antara pencernaan, ginjal, pankreas, liver, jantung dan paru-paru dalam memisahkan mana yang bermanfaat dan tidak bermanfaat sehingga harus dikeluarkan.
Kesemuanya memiliki tugas yang secara otomatis diatur oleh Sang Pencipta sesuai dengan batas-batas kapasitas dan kekuatannya.
Seyogianya, semua keajaiban itu bisa menjadi media dan pemantik untuk melihat, memikirkan dan "akhirnya" memahami keagungan Allah SWT serta menyadari atas kekurangan setiap mahluk-Nya dan hamba-Nya, kata KH Al-Habib Muhammad Luthfi Bin Yahya, dalam bukunya Secercah Tinta yang ditulis pada 2 Januari 2010 (16 Muharam 1431 H) silam.
Buku dengan subjudul Jalinan Cinta Seorang Hamba Dengan Sang Pencipta, ternyata menjadi bacaan menarik bagi para ulama dan pemerhati sosial.
Pasalnya, selain sang penulis memang ulama besar di Pekalongan juga memiliki pengaruh di Tanah Jawa. Tak heran, ia pun banyak dikunjungi umat. Terlebih saat pengajiannya digelar di kediamannya.
Ia menjelaskan, pada dasarnya Allah telah meletakkan iman dan keyakinan pada setiap lubuk hati hamba-Nya yang beriman dan berislam. Pertanyaannya, kemudian, mampukah cahaya iman dan keyakinannya itu menyinari setiap anggota badannya sehingga bisa membawa semua yang ada pada dirinya untuk diajak bersimpuh, bersembah sujud dan mentauhidkan (mengesakan) Allah Taala, Sang Pencipta?
Butuh Pelita
Karena itu, manusia membutuhkan pelita untuk menerangi langkahnya dalam menempuh perjalanan hidup ini. Tidak sesuatu apa pun di dunia ini yang kekal, kecuali setelah hari kebangkitan. Kekekalan itu sendiri merupakan suatu yang mustahil berdiri sendiri, tanpa ada yang mengekalkannya.
" ... Habib Luthfi memang merupakan pembicara yang tausiyah dan nasehat-nasihatnya banyak di nantikan oleh masyarakat muslim, terutama di tanah Jawa. Tema apa pun yang diangkat, disampaikan secara santai. Bahasanya pun komunikatif, dan kaya referensi.Buku dengan judul Secercah Tinta (dengan subjudul Jalinan Cinta Seorang Hamba dengan Sang Pencipta) merupakan teks penting yang dapat menutup kelemahan pengajian dan sekaligus dapat di jadikan " pengajian harian".... kata KH.A.Musthofa Bisri, Wakil Rais `Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama/PBNU) dan Budayawan, dalam kata pengantar buku tersebut.
Ia menjelaskan, Habib Luthfi, dengan nama lengkap Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, merupakan pembicara yang tausiah. Nasihatnya banyak dinantikan warga, terutama di tanah Jawa.
"... Hadirnya buku ini, merupakan sebuah bentuk aplikasi ke-Aswaja-an (Ahlu Sunah Wal-Jama`ah) dalam konteks ruhaniyah dengan menghadirkan tasawuf sebagai media menyelami kehidupan melalui Aswaja. Torehan-torehan tinta Al Habib M.Luthfi bin Ali bin Yahya ini diharapkan dapat menciptakan semangat religiusitas nasionalisme, pluralitas, serta humanitas..." kata Prof.Dr.KH.Said Aqil Sirodj.MA(Ketua Umum PBNU).
Ketua Umum PBNU itu juga menjelaskan, Aswaja merupakan paham keagamaan mayoritas umat Islam di Indonesia.Kehadiran Aswaja kemudian diaplikasikan lebih lanjut oleh Wali Songo dan para ulama.Kehadiran Aswaja kembali ke permukaan setelah datangnya ideologi Islam transnasionalis yang diimpor dari Timur Tengah. Konsep Aswaja yang kemudian ditawarkan ini sangat rigid dan cenerung menyalahkan kelompok lain yang berbeda paham dengan mereka.
Berbagai laku ritual dan paham agama mayoritas umat Muslim di Indonesia yang sudah mapan ingin diubah oleh mereka dengan dalih telah menyalahi aturan yang telah ditetapkan oleh Alquran dan Hadits.
Menyelami Ahlussunah Wal Jamaah akan didapati wajah Islam yang ramah, moderat, tidak mudah menyalahi pihak lain dan mengembanhkan prinsip moderat dan toleran.
Toleransi
Moderat menjadi karakter Aswaja, mengajarkan sikap tasamuh (toleran) dalam realias keagamaan dan aktualisasinya berbeda-beda.Juga tidak menampakkan wajah yang garang di dalam perang pemikiran.Buku ini merupakan bentuk aplikasi ke-Aswaja-an dalam konteks ruhaniyah dengan menghadirkan tasauf sebagai media menyelami kehidupan Aswaja.
Buku Secercah Tinta disusun dari ceramah dan pengajian Habib Lutfi selama kurun waktu 2007 sampai 2011 akhir. Isinya tetap aktual dengan kondisi masyarakat yang tengah membutuhkan siraman moral dan penguatan ahlak mulia. Bukankah saat ini di sebagian masyarakat Indonesia tengah mengalami degradasi moral dan kepercayaan sebagai dampak makin mengemukanya kasus korupsi.
Di dalam buku tersebut terdapat lima mozaik yang memuat 55 judul tulisan. Buku ini sangat penting terutama bagi mereka yang ingin mengamalkan ajaran tasawuf sehari-hari dalam semua aspek kehidupan.
Membaca buku setebal 362 halaman plus halaman lainnya dengan ukuran 13,5 x 20,5 cm ini, memudahkan pembaca untuk terbuka mata hati untuk menemukan nikmat dan lezatnya ber-Tuhan dan memiliki Penuntut Agung.
Memang, untuk memahami buku tersebut, tiada satu pintu pun yang mampu membuka dan mengantarkan kita untuk menemukan Dzat yang serba maha dalam segaa sifatnya, tanpa melalui Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Jika seseorang mampu menggapai kandungannya, akan berambah kesadarannya: ternyata hidup ini bukan suatu permainan tetapi suatu yang akan dipertanggungjawabkan.
0 komentar:
Posting Komentar