Catatan Edy Supriatna - Dengan berpakaian ihram, pada pagi
hari, segera setelah berjamaah sholat shubuh, ribuan umat Islam berangkat
menuju Arafah mengikuti tuntunan seorang tokoh agung yang menunggang seekor
unta memimpin seluruh prosesi ibadah haji.
Mereka dengan penuh haru dan syahdu, bertakbir, bertahmid
dan bertalbiyah. Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik.
Innal hamda wanni’mata laka walmulka lasyarika laka labbaik.
Yang artinya: Allah Maha Besar, dan bagi Allah segala
puji, inilah kami datang Ya Allah memenuhi panggilan-Mu, inilah kami datang
menyatakan tidak ada sekutu bagi-Mu, sungguh segala puji dan nikmat adalah
milik-Mu, demikian pula kekuasaan, tidak ada yang menandingi kekuasaan-Mu.
Langit berwarna biru bersih tanpa selaput awan tipis
menutupinya. Surya memancar kuat sejak pagi hingga memanggang panas permukaan
lembah padang pasir, punggung bukit, dan gunung batu. Tetapi semua itu tidak
mampu mematahkan semangat umat muslim menuju Padang Arafah.
Pemimpin agung ini tampildengan kesederhanaannya. Beliau
menghentikan untanya. Seluruh perhatian, pandangan mata, simakan telinga,
semuanya terpusat kepada sosoknya. Ia adalah raja.
Allah telah berkenan menaruh di depannya kunci
perbendaharaan dunia. Tetapi beliau lebih memilih cara hidup yang sama sekali
berbeda dengan kelaziman para raja dan penguasa yang pernah ada sebelumnya.
Tempat tinggalnya bukan istana melainkan Rumah Sangat
Sederhana. Kepalanya tidak bermahkota. Pundak dan dadanya tidak bersematkan
tanda pangkat dan lambang kebesaran dunia.
Bahkan meskipun sangat mampu, beliau tidak pernah memakai
kain sutera. Tidak pernah tidur di atas kasur yang empuk, karena lebih memilih
tikar ilalang sebagai alas.
Beliau adalah seorang sosok manusia yang malam-malam
harinya diisi dengan dzikir dan tafakkur. Berdzikir, mengingat Allah dan
bertafakkur, merenungkan ayat-ayat Ilahi baik yang tersurat maupun yang
tersirat.
Beliau adalah seorang ummi alias tidak mengenal aksara
namun segenap penghuni bumi ini telah diajarinya. Beliau adalah seorang sosok
manusia yang siang harinya disarati dengan pergulatan kehidupan ummat yang
dipimpinnya.
Beliau seorang sosok manusia yang mempunyai kekuatan dan
pengaruh, baik terhadap orang awam maupun cerdik pandai. Wajahnya menyiratkan
sikap lemah lembut, ksataria sekaligus cerdas. Sehingga siapa pun yang
berhubungan dengan beliau, menaruh hormat dan cinta.
Ditengoknya orang sakit tanpa pandang kelas sosial.
Diterimanya undangan seorang budak yang mengundangnya makan di
gubuknya. Dijahitnya sendiri pakaiannya yang koyak. Yang tidak pernah berpaling
sebelum orang lain berpaling. Yang tangannya senang memberi. Dan lidahnya sangat
terpercaya.
Beliau adalah sosok manusia yang sangat sayang pada
anak-anak. Yang perkataannya tidak pernah melukai orang lain. Yang diutus
untuk menjadi rahmat.
Beliau adalah seorang yang berwajah tampan, berjanggut
bersih. Rambutnya yang ikal panjang tersisir rapi di bawah sorban putih. Raut
muka bercahaya, sorot mata tajam tapi teduh. Badannya pun kekar, berdada
bidang, berkulit putih kemerah-merahan. Kala itu usia baru saja melewati enam
puluhan.
Siapakah seorang sosok manusia yang luar biasa itu? Siapa
lagi kalau bukan seorang sosok manusia tercinta, panutan umat, yaitu Muhammad
Rasulullah SAW, tokoh teladan hidup.
Sesungguhnya telah ada bagi kamu sekalian pada diri
Rasulullah itu Uswatun Hasanah (teladan hidup yang baik) bagi siapa saja yang
mengharapkan keridlaan Allah.
Pesan universal
Beliau masih duduk di atas untanya, Al-Qashwa yang setia.
Di dekat beliau berdiri Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf, yang dianugerahi Allah
suara yang keras dan lantang.
Rabi’ah mendapat tugas mulia, menyambung suara Rasul,
mengulanginya agar jelas terdengar oleh ummat manusia meskipun berada jauh di
suatu tempat.
Mulailah Rasulullah SAW menyampaikan pesan-pesan. Dan
perhatian umat seluruhnya terpusat kepada beliau.
Kita dengar beliau bersabda (yang artinya): Wahai manusia
simaklah kata-kataku, karena akan kuterangkan kepada kalian, bahwa sesungguhnya
aku tidak tahu, barangkali aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian sesudah
tahun ini, di tempat wuquf perhentian ini, untuk selama-lamanya.
Siapakah di antara umat yang hadir yang tiada tersentuh
hatinya ketika mendengar dari lisan Rasulullah SAW kata-kata perpisahan?
Terjadilah apa yang harus terjadi, yaitu sebuah dialog agung antara Rasulullah
SAW dan kita semua. Ketika beliau bersabda:
"Wahai manusia, tahukah kalian bulan apakah sekarang
ini? Syahrul Haraam (Bulan Haram) jawab kita serentak. Kemudian beliau bersabda
lagi: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kalian, darah dan harta sesama
kalian, sampai kalian berjumpa dengan Rabb kalian, sebagaimana haramnya bulan kalian
ini. Tahukah kalian, negeri apakah ini? Al-Baladul Haraam (Negeri Al-Haram)
jawab kita semua serentak."
Lalu berikutnya beliau bersabda: Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan atas kalian, darah dan harta sesama kalian, sampai kalian berjumpa
dengan Rabb kalian, sebagaimana haramnya negeri kalian ini. Tahukah kalian,
hari apakah ini?
Yaumul Haraam (Hari Al-Haram) jawab
umat saat itu.
Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan atas kalian, darah dan harta sesama kalian, sampai kalian berjumpa
dengan Rabb kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini.
Dan sesungguhnya kalian akan berjumpa dengan Rabb kalian Yang akan menanya
kalian tentang segala perbuatan kalian.
Selanjutnya Rasulullah SAW menanyakan kesaksian umat
seraya bersabda: Wahai, apakah sudah aku sampaikan? Ya, Engkau sudah
menyampaikannya jawab kita serempak.
Kemudian Rasulullah SAW menengadah ke langit, lalu
menoleh kembali kepada kita seraya berseru: Ya Allah, saksikanlah kesaksian
mereka itu!
Kata perpisahan mencapai klimaksnya ketika Rasulullah SAW
menyampaikan pesan seraya bersabda:Maka camkanlah wahai manusia perkataanku
ini, sesungguhnya telah kusampaikan kepada kalian, dan sesungguhnya telah
kutinggalkan pada kalian sesuatu, yang apabila kalian berpegang teguh padanya,
pasti kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Sesuatu itu ialah yang terang
dan nyata: Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya kalian akan ditanya
mengenai diriku, maka apakah yang akan kalian katakan? Serempak dijawab: Kami bersaksi bahwa sesungguhnya
engkau telah menyampaikan risalah, dan engkau telah menunaikan tugas serta
telah melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.
Seraya menengadah ke atas kemudian menunjuk kepada umat,
Rasulullah SAW berseru dengan sabdanya: Ya
Allah, saksikanlah kesaksian mereka! Saksikanlah Ya Allah, kesaksian mereka!
Selanjutnya sabda Rasulullah SAW: Maka hendaknya dari antara kalian
yang hadir menyampaikannya kepada yang tidak hadir. Maka yang berniat menyampaikannya
kepada orang lain agar lebih memperhatikannya daripada sebagian orang yang
sekedar mendengarkannya.
Usai menyampaikan kata-kata perpisahan itu, Rasulullah
SAW turun dari untanya. Setelah menunaikan shalat jama’ Dzuhur dan Ashar secara
berjama’ah, umat mengikuti beliau bersama jama’ah lainnya berangkat
meninggalkan Padang Arafah.
Tempat ini adalah tempat beliau telah menyampaikan wahyu
Ilahi yang terakhir kalinya sebagai penutup risalah, yaitu firman Allah
dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: Pada hari ini telah Aku
sempurnakan bagi kalian Agama kalian dan telah Aku sempurnakan anugerah
nikmat-Ku atas kalian dan Aku rela Al-Islam sebagai Agama kalian.
Peristiwa yang mencekam ini diterima oleh Abu Bakar,
Sahabat Nabi, dengan isakan tangis tak tertahankan. Intuisi Abu Bakar yang
sangat tajam membisikkan bahwa peristiwa ini pertanda risalah sudah tammat,
maka perpisahan dengan Rasulullah SAW tercinta sudah dekat.
Rangkaian peristiwa mengharukan 14 abad silam itu
diangkat Dr. KH.M. Muzammil Basyuni, mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh Republik Indonesia di Republik Arab Suriah pada khutbah Idul Adha (10
Dzul-Hijjah 1432) 6 Nopember 2011 di Masjid Agung At-Tiin Jakarta, dengan judul
"Renungan Safari Haji Bersama Rasulullah".
0 komentar:
Posting Komentar