LUKMAN HAKIM
DAN PENYELENGGARAAN HAJI
Catatan Edy Supriatna-Jakarta,
11/6 (Antara) - Lukman Hakim Saifuddin kini mengemban tugas berat untuk
memulihkan moral pegawai dan citra Kementerian Agama setelah dilantik sebagai
Menteri Agama oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara,
Jakarta, Senin (9/6/2014).
Menag Lukman Hakim Saifuddin masuk ke
kementerian tersebut dalam suasana "kebatinan" yang tidak sedap.
Sebagai putera mantan Menteri Agama Saifuddin Zuhri (1962-1967), tentu merasa
"pilu" bahwa untuk kesekian kalinya kementerian itu dililit masalah
korupsi.
Presiden SBY mengangkat Wakil Ketua MPR
2009-2014 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakim Saifuddin,
sebagai Menteri Agama menggantikan Suryadharma Ali. SDA, sapaan Suryadharma
Ali, mundur setelah mengajukan surat pengunduran diri sebagai Menteri Agama
kepada SBY pada Mei 2014.
SDA dijadikan tersangka oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan
jasa penyelenggaraan haji tahun anggaran 2012/2013.
Penyelenggaraan ibadah haji kerap
bermasalah. Pasalnya, karena selain ditangani oleh "tangan-tangan
kotor", juga masih lemahanya manajemen pengawasan.
Masuknya Anggito Abimanyu sebagai Dirjen
Pengelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) juga tak menyelesaikan manajemen keuangan
di lingkungan kementerian itu. Padahal, dua tahun silam, pada awal masuk di
Ditjen PHU, Anggito - yang mengaku ahli mengurus "fulus" dengan penuh
semangat akan memusnahkan "tikus" berkeliaran di kementerian
tersebut.
Kini Anggito pun mundur lantaran namanya
dikait-kaitkan dengan persoalan korupsi meski yang bersangkutan belum dijadikan
tersangka oleh lembaga antirasuah. Kedudukannya kemudian digantikan Abdul Djamil,
mantan Dirjen Bimas Islam, yang kemudian dilantik sebagai Dirjen PHU, Jumat (6/6). Pelantikan
dilakukan oleh Menkokesra selaku Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Agama Agung
Laksono di Aula Pusat Informasi Haji (PIH), Batam, bersamaan dengan perhelatan Musabaqah
Tilawatil Quran (MTQ) Nasional XXV.
Ketua Umum Komite Independen Pemantau
Haji Indonesia (KIPHI) H. Hengky Hermansyah menyatakan bahwa setelah
Suryadharma Ali tersandung korupsi dana haji dan ditetapkan sebagai tersangka
oleh komisi anti-rasuah, sesungguhnya kasus-kasus yang mendera penyelenggaraan
haji bukan kali pertama dan pertama kali.
Berikut sekilas kasus haji dari masa ke
masa yang dicatat KIPHI, yaitu: pada 1971 terjadi penyelewengan Rp. 76.246.400
terungkap dengan terdakwa Bendahara ONH Dirjen Urusan Haji Tahrir Sujoso. Pada
1972, kasus penggelapan Ongkos Haji tahun 1969/1970 sebesar Rp34. Juta milik
150 jemaah haji.
Pada 1980, Calo Haji Beroperasi di Jawa
Barat terutama Kota Bogor, Bandung dan Ciamis. Pemalsuan 1000 KTP palsu. 1985 :
Pemalsu Paspor Aspal asal Palembang ditangkap. Polda Metro jaya menyita 104 paspor
asli palsu (Aspal). 1982 : Tercatat sebanyak 50 warga
Kuningan gagal berangkat haji dikarenakan Tabungan haji di Pusat Koperasi
Pegawai Negeri Kuningan tidak dapat dijadikan Bukti Setoran ONH.
Berikutnya pada 1994 : Penggunaan Paspor
Hijau meningkat. Sebanyak 140.000 jemaah dengan paspor hijau, 10.000 jemaah
berangkat dari Singapura dengan alasan lebih murah dan pelayanan yang lebih
baik.
Dan pada 2000 : BPK mengungkap indikasi
penyimpangan pengelolaan dana haji senilai Rp354.71 milliar. Penyimpangan
terjadi di Dirjen Bimbingan masyarakat Islam dan Urusan Haji, Kosulat Jenderal
RI Bidang Urusan haji di Jeddah.
Pada 2002. Situasi membingungkan para
jemaah haji. Kendati Pemerintah telah mengumumkan besaran ONH sebesar Rp. 26
juta namun calon jemaah haji masih dibebani biaya siluman seperti biaya
adiministrasi, dokumen pendaftaran dan manasik haji.
Berikutnya pada 2005. Menteri Agama Said
Agil Husein Al Munawar tersandung masalah katering di Arab Saudi dan telah
menjalani masa hukuman.
IDENTIFIKASI PERSOALAN
Terkait dengan itu Menag Lukman Hakim
Saifuddin mengatakan bahwa langkah pertama yang dilakukan setelah resmi
menjabat sebagai Menteri Agama adalah mengidentifikasi persoalan yang dihadapi
kementerian yang sekarang dipimpinnya.
"Pertama, yang harus saya lakukan,
adalah mengidentifikasi dan menemukenali persoalan-persoalan yang dihadapi,
masalah aktual yang ada sekarang,” terang Menag kepada para wartawan usai
meninjau ruang kerja pegawai Kementerian Agama, Senin (9/6) sore.
Menurut Menag, identifikasi masalah
tidak bisa diperoleh kecuali dari internal Kementerian Agama itu sendiri.
"Informasi itu hanya bisa saya dapatkan dari internal teman-teman Kemenag
ini sendiri," tegas Menag.
"Caranya adalah dengan mengumpulkan
sejumlah pejabat dan para pegawai," tambahnya.
Selain internal, Menag yang baru itu juga
akan menggali informasi seputar persoalan yang dihadapi Kementerian Agama
melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lukman menilai bahwa KPK merupakan
lembaga yang paling tepat untuk menggali informasi. Selama ini KPK intensif
melakukan pengamatan kepada kementerian tersebut.
"Dari
eksternal yang paling tepat adalah KPK. Sebab, merekalah yang hari-hari
belakangan ini melakukan pengamatan secara intensif atas upaya kita dalam
melakukan pembenahan di Kemenag ini," tuturnya.
Menag pada awal masa jabatannya
menyempatkan diri berkunjung ke KPK pada Selasa (10/6) untuk kemudian melakukan
rapat dengan para pejabat Kementerian Agama pada Rabu (11/6). Atas dasar dua
hal itu, Lukman akan mengambil kebijakan-kebijakan yang mungkin dilakukan dalam
upaya pembenahan.
Terkait dengan itu ia mengakui bahwa tantangan
yang dihadapinya tidak sederhana. Sekarang ini telah terjadi demoralisasi
terhadap pejabat dan pegawai Kemenag. Selain itu, kepercayaan masyarakat juga
dalam titik yang rendah akibat persoalan yang dihadapi.
Harus diakui bahwa tantangan Menag kini
semakin berat. Sebab, Lukman masuk di tengah tahun anggaran. Sementara program
sudah direncanakan, dibahas, dan bahkan sudah ditetapkan dan berjalan sehingga
tidak mungkin lagi melakukan modivikasi dan perubahan-perubahan secara
mendasar.
"Waktu yang saya miliki hanya 4
bulan, terbatas. Di sini juga sudah punya tradisi tersendiri sehingga kalau mau
melakukan terobosan perubahan tidak sesederhana. Jadi, kendalanya juga tidak
sederhana," kata Menag.
Namun demikian, Lukman menegaskan bahwa
dirinya dan seluruh pegawai Kementerian Agama harus tetap punya tekad tinggi
untuk membenahi persoalan yang ada. "Mudah-mudahan teman-teman di sini
punya cukup kesadaran dan kehendak untuk menebus persoalan dengan bekerja lebih
baik lagi," harapnya.
PERLU MASUKAN
Menag juga mengajak publik untuk terus
memberikan dukungan, masukan dan saran agar dirinya bersama seluruh jajarannya
bisa membenahi Kemenag yang merupakan perwujudan komitmen dari pada pendiri
bangsa.
"Semboyan ikhlas beramal harus ditekankan
lagi dan diimplementasikan semaksimal mungkin. Keikhlasan harus membuat kita
betul-betul bekerja dengan orientasi ibadah sehingga tidak melanggar
hukum," pesan Menag yang baru itu.
Lukman Hakim Saifuddin lahir di
Jakarta, 25 November 1962 sebagai anak bungsu dari 10 bersaudara anak pasangan
KH Saifuddin Zuhri dan Solichah. Kakaknya adalah Dr. Fahmi Djafar (yang
beristrikan Dra Maryam, putri tokoh NU KH Ahmad Syaikhu), Farida (bersuamikan
Shalahuddin Wahid, putra ketiga KH Wahid Hasyim, adik kandung Abdurrahman
Wahid), Anisa, istri Dr Solichul Hadi (mantan aktivis PMII), Aisyah, yang
dipersunting Drs Wisnu Hadi (pengusaha), Andang FN Baehaqi (berpendidikan di
Kairo dan Belanda yang menikah dengan Gitta (gadis Belanda), Julia, Annie, dan
Adib yang menikah dengan Yanti Ilyas (putri KH M Ilyas).
Seusai Sekolah Dasar (SD), Madrasah
Ibtidaiyah (MI) Manaratul Ulum, Lukman melanjutkan pendidikan ke Pondok Modern
Gontor, Ponorogo, Jatim (1983) lalu ke Universitas Islam As-Syafiiyah, Jakarta
(1990). Pada masa mudanya ia aktif sebagai Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat
Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU) 1985-1988.
Pada 1988-1999, Lukman berkecimpung di
Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU sebagai Wakil
Sekretaris, Kepala Bidang Administrasi Umum, Koordinator Program Kajian dan
Penelitian, Koordinator Program Pendidikan dan Pelatihan, hingga menjadi Ketua
Badan Pengurus periode 1996-1999.
Lukman sempat aktivitas di Lakpesdam NU,
pernah mengikuti pendidikan singkat mengenai Community Organizer in Health and
Development in Asian Rural Settings di Asian Health Institute, Nagoya, Jepang
dan di Curtin University, Perth, Australia. Pada tahun 1995-1997 bergabung
dengan Helen Keller International sebagai project manager dalam program The
Irian Jaya Community Eye Care Project.
Ia pernah menjadi anggota Majelis
Pengarah Pesantren Al-Hamidiyah, Depok dan pengajar pada Pendidikan Kader Ulama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta.
Menjadi
Wakil Ketua Bidang Pengembangan Program Yayasan Saifuddin Zuhri sejak 1994
hingga kini dan anggota Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
periode 2004-2007.
Lukman menjadi pengurus PPP pada awal
1994 sebagai anggota Lembaga Pusat Pendidikan dan Latihan Dewan Pimpinan Pusat
(DPP) PPP, lalu menjadi Ketua di lembaga tersebut pada 1999-2003, menjadi
Sekretaris Pengurus Harian Pusat DPP PPP periode 2003-2007, dan Ketua DPP PPP
Periode 2007-2012.
Ia terpilih sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak 1997 sampai saat ini.
Pada Pemilu 2014, dia pun terpilih kembali sebagai anggota DPR RI untuk periode
2014-2019.
0 komentar:
Posting Komentar