Catatan Edy Supriatna-Jambi, 3/9 (Antara) - Menteri Agama Lukman
Hakim Saifuddin menyatakan, "Musabaqoh Qira'atil Kutub" (MQK) sangat
penting untuk menjaga keilmuan Islam khususnya tradisi membaca kitab kuning
yang merupakan warisan para ulama.
Dewasa ini, pondok pesantren mendapat
sorotan tajam dari berbagai kalangan terkait dengan kekerasan. Padahal, di
pondok santri diajarkan dengan berbagai ilmu yang mengedepankan paham rahmatan
lil alamin, katanya saat memberi sambutan pada pembukaan MQK nasional kelima di
Jambi, Rabu.
Pembukaan MQK berlangsung meriah
ditandai dengan pemukulan bedug dan warna-warni peserta defile perta berpakaian
daerah dengan dihadiri seluruh kepala Kakanwil Kementerian Agama di Indonesia.
Acara MQK tersebut berlangsung di
Pondok Pesantren As'ad, Kolak Kemang, Jambi Seberang dengan dihadiri Wakil
Menteri Agama Nasaruddin Umar, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
membuka perhelatan akbar dua tahunan tersebut dengan memukul bedug.
Pondok pesantren sekarang ini memasuki
fase menggembirakan, lantaran dari sisi regulasi diakui sebagai lembaga
pendidikan bercorak keagamaan dan memiliki kesetaraan dengan program dan agaran
dengan lembaga pendidikan lainnya secara nasional.
Pemerintah pun mengakui peran besar
dari pondok pesantren. Banyak tokoh ulama seperti KH Hasyim Azhari, Wahid
Hasyim, Gus Dur dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak bisa dipisahkan
dari kehadiran lembaga pendidikan pondok pesantren. Kini pondok pesantren
menjadi harapan besar ke depan.
Pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan berasrama, santri dilatih dengan berbagai ilmu pengetahuan selama 24
jam dibawah bimbingan ustadz dan seorang kiai. Kini secara bertahap pondok
pesantren mengalami perubahan dengan tak lagi bercorak persorangan, tetapi
kolektif.
Pimpinan seorang kiai berangusur
berubah menjadi kolektif tanpa mengubah tradisi mengaji dan membaca kitab
kuning. Menteri berharap trandisi yang merupakan warisan ulama tersebut
hendaknya dapat terus dapat terpelihara.
MQK Tingkat Nasional kelima di Jambi
ini merupakan lanjutan dari kegiatan dua tahunan yang pernah dilakukan
sebelumnya. MQK pertama digelar di Pesantren Al-Falah Bandung (2004), kedua di
Pesantren Lirboyo Kediri (2006), ketiga di PP Al Falah Banjarbaru, Kalimantan
Selatan (2008), dan yang keempat di PP Darunnnahdlatain Oancor NTB (2011).
MQK kelima ini diikuti 1.564 peserta dari 33 provinsi dengan tiga katagori
peserta (marhalah), yakni peserta "Ula" (usia maksimal 14 tahun),
"Wustha" (usia maksimal 17 tahun) dan "Ulya" (usia maksimal
20 tahun).
Gubernur Jambi Hasan Basri Agus
menyatakan, kegiatan ini tidak sekedar sebagai ajang meningkatkan pengetahuan
para peserta tetapi juga sebagai silaturahim.
Jambi bersyukur ditunjuk sebagain tuan
rumah acara tersebut. Jambi beberapa tahun silam juga dikenal sebagai kota
santri dan banyak di antaranya kini bertebaran dan mengabdi di berbagai bidang.
Acara ini adalah penting sebagai ajang
melestarikan ajaran ulama, mentradisikan membaca kitab kuning. Sekaligus juga
mendorong pemberantasan buta aksara Al Quran, tutur Hasan Basri.
Sementara itu, Kakanwil Kemenag Jambi,
Mahbub Daryanto menyampaikan terima kasihnya kepada seluruh pihak yang
mendukung lancarnya kegiatan MQK ini. "Semoga pesantren kita semakin
maju," ucap Mahbub.
0 komentar:
Posting Komentar