Catatan Edy Supriatna-Jambi, 3/9 (Antara) - Wakil Menteri Agama
(Wamenag) Nasaruddin Umar menyatakan, anggapan tidak terlalu penting
mempelajari Bahasa Arab tidaklah benar, terlebih bagi ahli agama bahwa untuk
mempelajari kitab kuning saja harus mengerti bahasa tersebut.
"Hemat saya, kurang benar jika ada
anggapan tidak harus menguasai kitab kuning, karena sudah ada terjemahan. Tidak
harus susah payah dan membebani diri untuk belajar Bahasa Arab," kata
Wamenag Nasaruddin Umar saat menghadiri Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) tingkat
Nasional ke-V Tahun 2014, di Jambi,
Rabu.
"Terlalu banyak resiko jika
seorang ahli agama atau kiai/ulama tidak belajar kitab kuning. Bagaimana nanti
masyarakat kita? Akan banyak masalah jika seorang pemuka agama tidak paham
Bahasa Arab," tambahnya serius.
Mempelajari kitab kuning di pesantren
adalah sebuah kewajiban bagi para santri dan penting bagi tegaknya NKRI. Fakta
membuktikan semangat para santri dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi
kemerdekaan bangsa tidak bisa diragukan.
"Saya masih ingat, ada seorang
pengamat dari Amerika mengatakan, bahwa sebelum tahun 2000, Indonesia akan
seperti Balkan. NKRI terpecah sekitar 20 negara kecil. Kini sudah 2014, namun
Indonesia masih utuh," tegas Wamenag.
Kenapa Indonesia tidak bisa
dihancurkan? Menurutnya, sebuah studi mengatakan, bahwa sepanjang Umat Islam
Indonesia dan Pondok pesantren satu visi dan tujuan, maka NKRI tidak akan bisa
dipecah dan dihancurkan. "Jelas, Pondok Pesantren merupakan roh NKRI yang sesungguhnya,
diakui atau tidak, kekuatan umat lebih solid daripada simbol-simbol
formal," tandasnya.
Mantan Dirjen Bimas Islam ini juga
mengajak para kiai dan masyarakat Islam untuk mengaktualisasikan nilai-nilai
pesantren agar tak tergerus zaman.
"Kita tidak perlu berubah menjadi Ponpes
Modern. Di beberapa negara seperti Inggris dan Australia, Pondok Pesantren
adalah lembaga pendidikan paling modern, paling efektif dan efisien dalam
mendidik anak. Makanya di Inggris dan di Australia digalakkan model pendidikan
ala pesantren, yakni 'boarding school'," imbuh Wamenag.
Selagi pesantren masih ada di
Indonesia, Wamenag yakin, gerakan-gerakan radikal seperti ISIS susah berkembang
di Tanah Air. "ISIS lebih al-qaida dari pada al-qaida sendiri. Al-qaida
susah tumbuh dan diterima di Indonesia, apalagi ISIS. Meski demikian, kita
tidak boleh lengah untuk terus mendidik dan memupuk generasi muda kita dengan
nilai-nilai Islam Rahmatan lil'alamin," ujarnya.
Wamenag mengajak semua pihak, khususnya
masyarakat pesantren, untuk terus mempertahankan keberadaan pondok pesantren.
Menurutnya, kegiatan MQK merupakan salah satu upaya Kementerian Agama untuk berperan aktif dalam meneguhkan posisi
pesantren di tengah masyarakat kita.
"Saat ini, tiap hari, mungkin
mudah mencetak dua profesor, tapi menghasilkan kiai, sungguh sangat sulit.
Karena kiai tidak semata bicara tentang ilmu pengetahuan, namun juga berbicara
tentang ketawadu'an, keikhlasan, hati nurani, dan kewelasasihan," ungkap
Wamenag.
Sebelumnya Wakil Menteri Agama
(Wamenag) Nasaruddin Umar melantik Dewan Hakim Musabaqah Qira¿atil Kutub (MQK) tingkat
Nasional ke-V Tahun 2014, di Rumah Dinas Gubernur Jambi, Provinsi Jambi, Selasa
malam.
Mantan Menteri Agama KH Said Agil Husein
al-Munawar ditetapkan menjadi ketua dewan dalam pelantikan tersebut. Sebagai
wakil ketua adalah KH. D. Hidayat dari Pesantren Luhur Sabilussalam Tangerang.
Dewan hakim MQK ini diisi oleh para
pengasuh pondok pesantren dan akademisi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI).
Mereka akan menjadi juri pada mata lomba yang dibagi dalam tiga tingkatan, Ula
(dasar), Wustha (menengah), dan Ulya (tinggi). Adapun disiplin ilmu yang
dilombakan antara lain: Tafsir, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, Akhlak, dan Tarikh.
Selain melantik dewan hakim, di tempat yang
sama, Wamenag juga membuka Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren dan Tokoh
Pendidikan (International Conference of Pesantren Studies). Acara ini dihadiri
Gubernur Jambi Hasan Basri Agus, Wagub Fachrori Umar, Wakil Wali Kota Jambi
Abdullah Sani, Direktur Pondok Pesantren Ace Saefuddin dan seluruh Kakanwil
Kemenag se Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar