Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

KEMENAG DAN REVOLUSI MENTAL JOKOWI

Written By Unknown on Kamis, 16 Oktober 2014 | 19.28


Catatan Edy Supriatna - Jakarta (Antara Babel) - Ketika Presiden terpilih Jokowi melontarkan program revolusi mental, Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan pada Kementerian Agama, Prof. H. Abdurrahman Mas'ud Ph.D., langsung menyatakan dukungan.


Alasannya, program tersebut penting dan harus dapat dilaksanakan sebaik mungkin. "Revolusi mental itu perlu dan semua pihak perlu memberikan dukungan," kata Abdurrahman Mad'ud di Jakarta, 3 September.

Dukungan tersebut, kata doktor lulusan The University of California Los Angeles, USA itu, bisa dilakukan dengan cara membangun sistem berkelanjutan untuk membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas.

Revolusi Mental merupakan salah satu ikhtiar Presiden terpilih Jokowi dalam memajukan kualitas manusia lewat pendidikan. Kemajuan pendidikan itu dapat dilihat dari pembentukan karakter.

Untuk itu, Mas'ud pun berharap agar program tersebut dapat mendapat dukungan luas dan diperkaya lagi sehingga implementasinya di tengah masyarakat dapat membuahkan manfaat besar.

Banyak yang melihat bahwa pendidikan itu hanya sebatas pintar secara akademik, padahal pembentukan karakter yang baik juga sama pentingnya demi mendapatkan manusia Indonesia yang kualitasnya lebih baik untuk meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.

Menurut dia, warga kota Jakarta dikenal tidak tertib. Tapi jika satu jam saja dipindah ke luar negeri, misalkan ke Singapura akan bisa mengindahkan segala aturan yang ada di negeri "singa" tersebut.

Jika warga Indonesia berada di Singapura, misal melihat larangan berupa tidak boleh meludah sembarangan, buang sampah seenaknya, parkir kendaraan tak boleh sembarangan, maka aturan-aturan itu pasti diindahkan.

"Negeri yang banyak aturannya itu dipatuhi oleh warga Indonesia yang ada di negeri itu," katanya.

Singapura sebagai negara tetangga terdekat itu banyak menerapkan aturan untuk warga kotanya. Hal itu bisa dijadikan contoh. Mengapa manusia Indonesia tidak bisa tertib tetapi ketika berada di negeri orang lain bisa mematuhinya.

Menurut dia, hal itu terkait dengan sistem yang berlaku di negeri bersangkutan. "Singapura adalah negeri penuh dengan aturan," katanya.

Terkait dengan pendidikan karakter, secara akademis ia menjelaskan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.

Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.

Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

Sebelumnya Joko Widodo menyatakaan Bangsa Indonesia memerlukan revolusi mental. "Saat ini kita cenderung menerapkan prinsip-prinsip paham liberalisme yang jelas tidak sesuai dan kontradiktif dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia.

 
         Tindakan korektif
"Sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan 'nation building' baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan," kata Jokowi pada beberapa waktu lalu.

Penggunaan istilah "revolusi", menurut Jokowi, tidak berlebihan, sebab kini Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya politik untuk memberantas setuntas-tuntasnya segala praktik-praktik yang buruk yang sudah terlalu lama dibiarkan tumbuh kembang sejak zaman Orde Baru sampai sekarang.

Revolusi mental beda dengan revolusi fisik karena ia tidak memerlukan pertumpahan darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen dalam diri seorang pemimpin dan selayaknya setiap revolusi diperlukan pengorbanan oleh masyarakat.

Dalam melaksanakan revolusi mental, bangsa Indonesia dapat menggunakan konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, Indonesia yang berdaulat secara politik, Indonesia yang mandiri secara ekonomi, dan Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya.

"Terus terang kita banyak mendapat masukan dari diskusi dengan berbagai tokoh nasional tentang relevansi dan kontektualisasi konsep Trisakti Bung Karno ini," ia menjelaskan.

Kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat sila keempat Pancasila haruslah ditegakkan di Bumi Indonesia. Negara dan pemerintahan yang terpilih melalui pemilihan yang demokratis harus benar-benar bekerja bagi rakyat dan bukan bagi segelintir golongan kecil. Kita harus menciptakan sebuah sistem politik yang akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan tindakan intimidasi.

Semaraknya politik uang dalam proses pemilu sedikit banyak mempengaruhi kualitas dan integritas dari mereka yang dipilih sebagai wakil rakyat.

"Kita perlu memperbaiki cara kita merekrut pemain politik, yang lebih mengandalkan keterampilan dan rekam jejak ketimbang kekayaan atau kedekatan mereka dengan pengambil keputusan," ia mengingatkan.

Indonesia juga memerlukan birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pekerjaan pemerintah yang terpilih.

Demikian juga dengan penegakan hukum, yang penting demi menegakkan wibawa pemerintah dan negara, menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum. Tidak kalah pentingnya dalam rangka penegakan kedaulatan politik adalah peran TNI yang kuat dan terlatih untuk menjaga kesatuan dan integritas teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Mas'ud, untuk memperbaiki karakter bangsa perlu pula diperkaya dengan sikap tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya,
dan berorientasi iptek berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (sesuai UU RI Nnomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025).

Sejatinya, kekuatan untuk mengubah karakter dengan revolusi mental melalui lembaga pendidikan, sebab sangat dahsyat kekuatannya. Jangan dilihat sesaat, tetapi ke depan, yakinlah hasilnya bisa membanggakan.

Ia menyatakan pula bahwa dewasa ini kearifan lokal masih memiliki kekuatan untuk menjaga kehidupan keharmonisan di Tanah Air. Untuk itu diharapkan melalui pendidikan, maka kearifan lokal perlu diangkat dan diaktualisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Mas'ud mengaku sudah melakukan penelitian di 33 provinsi yang hasilnya bahwa kini kearifan lokal sedikit terkikis sebagai dampak pengaruh globalisasi.

"Orang seolah tidak pe-de (percaya diri, red) ketika tampil dan mengangkat kearifan lokal, padahal tiap daerah memilikinya, yang secara universal diakui nilai-nilainya sangat bagus," katanya.

Ia berharap kepada Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (JK) juga dapat mengangkat kearifan lokal. Aktualisasi kearifan kini menjadi penting dan harus ikut mewarnai kehidupan bangsa Indonesia.

Tanpa kearifan lokal, Pancasila tak punya nilai apa-apa
19.28 | 0 komentar

MENAG: PEMBAYARAN KOMPENSASI PONDOKAN MADINAH MASIH BERLANGSUNG

Written By Unknown on Jumat, 10 Oktober 2014 | 20.25

 Catatan Edy Supriatna - Jakarta, 10/10 (Antara) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, pembayaran kompensasi pemondokan untuk 17.224 orang jemaah haji yang tinggal jauh dari wilayah Markaziyah, Madinah, hingga kini masih terus berlangsung.
        
Proses pembayaran kepada jemaah tersebut masih terus berlangsung di pemondokan, kata Lukman Hakim kepada pers di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Jumat, setibanya dari tugas sebagai amirul haj.

        Menteri dengan didampingi sejumlah pejabat Kemenag di ruang VIP Bandara Soekarno-Hatta menyatakan, dari seluruh rangkaian penyelenggaraan ibadah haji berlangsung baik. Hanya saja penempatan jemaah haji di Madinah, tercatat  41 kelompok terbang (Kloter) atau 17.224 orang menempati pondokan yang jauh dari wilayah Markazyah.

        Akibat dari itu, jemaah haji Indonesia tinggal jauh dari pondokan dan merasa tidak nyaman karena untuk melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi jaraknya jauh. Hal itu disebabkan masmuah atau pihak konsorsium tidak mengindahkan kesepakatan awal, atau ingkar janji dari kontrak yang sudah ditandatangani.

        Sebagai dampak dari itu, kata Lukman Hakim, pihaknya minta pihak konsorsium pemondokan di Madinah untuk mengganti kerugian yang dialami jemaah haji Indonesia itu. Setiap orang, lanjut dia, sebagai bentuk pertanggungjawaban jemaah ditempatkan di wilayah yang tidak semestinya itu, harus mengganti sebesar 300 real per orang.

        "Proses pergantian masih terus berlangsung," kata Lukman lagi.
        Menag yang berada di Tanah Suci selama 14 hari pada musim haji 1435 H/2014 M, mengaku bahwa penempatan jemaah haji di Mekkah jauh lebih baik. Karena itu, untuk penempatan jemaah haji di Madinah akan dievaluasi dan menyontoh seperti di Mekkah. Kontrak pondokan di Mekkah dilakukan secara langsung kepada pemilik hotel. Sedangkan di Madinah, sekarang ini dilakukan melalui konsorsium atau mazmuah.

        Lukman juga menjelaskan tentang banyaknya jemaah haji yang meninggal, yang sampai saat ini sudah mencapai 170 orang. Untuk ke depan, harus dievaluasi dari sisi istitoah, dari segi kemampuan bukan semata dari aspek kemampuan finansial dan lainnya. Ini penting, jangan sampai dari tahun ke tahun jumlah jemaah wafat terus meningkat.

        Ia pun mengakui menjelang kembali ke Tanah Air sempat membahas kuota haji Indonesia dengan Menteri Haji Saudi.  Daftar antrean haji Indonesia makin panjang, dan perlu dicarikan solusinya. Salah satunya minta tambahan kuota haji dan dapat mengisi kuota haji dari negara lain yang kuotanya tak terserap.

        Mengenai berapa banyak kuota haji negara lain tak terserap, Lukman tak tahu jumlahnya. Namun upaya itu sudah disampaikan, termasuk permintaan perbaikan fasilitas di Arafah, seperti AC, toilet. Juga di Mina minta dibangun toilet bertingkat.

        Wilayah Mina dari dulu tetap tak bertambah, karena itu perlu dibangun toilet bertingkat, kata Lukman Hakim.
20.25 | 0 komentar

KEMENAG: JANGAN BUAT ATURAN NIKAH SEENAKNYA

Catatan Edy Supriatna - Jakarta, 10/10 (Antara) - Kementerian Agama Republik Indonesia menyatakan pemerintah daerah jangan membuat aturan seenaknya soal pernikahan, apalagi dengan alasan untuk meningkatkan kas daerah.
        "Jangan membuat aturan seenaknya, apalagi dengan alasan pernikahan untuk meningkatkan kas daerah. Pernikahan sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas)  Islam Kemenag RI Muhammadiyah Amin kepada Antara di Jakarta, Jumat.
        Muhammadiyah Amin akhirnya angkat bicara terkait dengan ramainya pembicaraan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang ingin berpoligami wajib membayar kontribusi sebesar Rp1 juta ke kas daerah.
        Ia mengakui sejak pagi hari hingga Jumat siang terus-menerus mendapat telepon dari berbagai media massa, termasuk dari organisasi kemasyarakatan (ormas) dan perorangan terkait dengan pemberlakuan bagi PNS yang hendak berpoligami wajib membayar Rp1 juta.
        "Aturan dari mana? Kementerian Agama sudah mengatur seluruh pernikahan melalui kantor urusan agama (KUA). Jika nikah pada hari libur atau di luar jam kantor kepada yang bersangkuan dibebankan biaya nikah Rp600 ribu, sedangkan di KUA, termasuk bagi orang yang tidak mampu dikenai Rp0 alias gratis," kata Muhammadiyah Amin.
        Ia mengaku prihatin dengan aturan dari pemerintah daerah seperti itu.
        Diakui pula angka pernikahan di Lombok Timur tergolong tinggi. Akan tetapi, bukan lantas membuat aturan tersendiri.
        Amin berharap aturan tersebut segera dicabut, apa pun alasannya. "Indahkan dan patuhi UU Perkawinan. Perkawinan harus dicatatkan di KUA setempat," tegasnya.
        Ia pun berharap bagi PNS yang hendak melakukan poligami harus betul-betul mengindahkan UU Perkawinan.
        Dalam UU Perkawinan, dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
        Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Begitu pula, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
        Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
        Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan ke pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
        Untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan, harus dipenuhi syarat-syarat, antara lain adanya persetujuan dari istri/istri-istri; adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
        Selain itu, juga adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
        Sebelumnya, dalam laman Kompas diberitakan bagi PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, NTB, yang ingin berpoligami wajib membayar kontribusi sebesar Rp1 juta ke kas daerah, sepanjang telah memenuhi syarat yang berlaku.
        Ketentuan itu diatur di dalam Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 26 Tahun 2014 terkait pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
         Dalam aturan tersebut, PNS yang mengajukan izin melakukan perkawinan kedua (poligami) dikenai biaya kontribusi sebesar Rp1 juta. Dana itu nantinya akan masuk ke kas daerah.
         Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Lombok Timur Najamudin mengatakan bahwa aturan itu merupakan salah satu upaya pemerintah setempat untuk menggali potensi yang ada di daerah guna menambah pendapatan asli daerah (PAD) melalui pendapatan lain-lain yang sah.

20.22 | 0 komentar

Ibrahim, Monoteisme dan Ibadah Kurban

Written By Unknown on Rabu, 08 Oktober 2014 | 21.15

Catatan Edy Supriatna - Jakarta (ANTARA News) Sosok Nabi Ibrahim diakui semua agama samawi sebagai "Bapak Monoteisme" karena beliau mengumandangkan, "Hai manusia Tuhan yang kamu sembah adalah Tuhan seru sekalian Alam, bukan Tuhan satu ras, bukan Tuhan satu kelompok dan bangsa tertentu."

Profesor Dr. Quraysh Shihab menyebut Nabi Ibrahim sebagai "Bapak Ketuhanan yang Maha Esa". Jutaan manusia, penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam mengagungkan sosok Nabi Ibrahim.

Jika nabi-nabi sebelumnya mengajarkan kaumnya agar menyembah Allah dengan sebutan "Tuhan Kamu". Akan tetapi, setelah datang Nabi Ibrahim diajarkan bahwa Tuhan yang disembahnya adalah Tuhan seru sekalian alam. Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan semua langit dan bumi (alam raya) QS Al-Anam (6):79).

Dosen tetap Mata kuliah Metodologi Studi Islam pada Fakultas Tarbiah dan Ilmu Pendidikan IAIN Sultan Zainal Abidin Syah, Maluku Utara, Dr. H. Muh. Guntur Alting, M.Pd., M.Si. mengatakan bahwa Tuhan yang diperkenalkan oleh Ibrahim bukan Tuhan golongan tertentu, melainkan Allah, Tuhan seru sekalian alam. 

Tuhan yang dikumandangkan adalah Tuhan Imanen sekaligus transenden, yang dekat kepada manusia, baik pada saat sendirian maupun dalam keramaian, pada saat diam atau bergerak, pada saat tidur atau terjaga, Dia adalah Tuhan seru sekalian alam yakni Tuhan manusia seluruhnya secara universal.

Menurut Guntur, melalui surat elektroniknya kepada Antara di Jakarta, Nabi Ibrahim menemukan dan membina keyakinan itu melalui pengalaman pribadi setelah mengamati gejala-gejala alam, seperti adanya bintang, bulan, dan matahari, kemudian pada akhirnya berkesimpulan bahwa bukan patung, bukan pula apa yang ada di bumi, tidak juga benda-benda langit, yang wajar disembah. 

Semua manusia, dengan risalah Bapak Monoteisme ini, memperoleh martabat kemanusian. Orang kuat, betapa pun kuatnya. Demikian pula orang lemah, betapa pun lemahnya adalah sama di hadapan Allah SWT. Demikianlah Nabi Ibrahim menemukan tauhid. Sampai kini, cukup banyak penemuan manusia. Namun, penemuan Nabi Ibrahim merupakan penemuan manusia yang terbesar. Betapa tidak? Bukankah dengan mengenal Allah Tuhan yang Maha Esa, manusia dapat mengenal jati dirinya serta mengenal dan mengatur hubungannya dengan alam sekitarnya.

Penemuan Nabi Ibrahim tentang tauhid tidak dapat dibandingkan dengan penemuan roda, api, listrik, atau rahasia-rahasia atom, betapa pun besarnya pengaruh dan sumbangsi penemuan-penemuan tersebut bagi kehidupan kemanusian saat ini. Akan tetapi, masih kecil jika dibandingkan dengan penemuan Ibrahim.

Kenapa? Sebab, semua penemuan tersebut tunduk dan dikuasai oleh manusia, sedangkan penemuan Nabi Ibrahim tentang tauhid itu menguasai jiwa dan raga manusia. Penemuan Nabi Ibrahim menjadikan manusia yang tadinya tunduk kepada alam, menjadi mampu mengatur alam. Demikian ditulis pemikir Muslim Mesir Abbas Al-Aqqad.



Jalan Persimpangan

Nabi Ibrahim, yang hidup abad 18 SM, menurut Drs. H. Abdul Halim Sholeh, M.M. pada khotbah Jumat di Masjid Istiqlal (3/10/2014) berada pada masa persimpangan jalan pemikiran manusia tentang kurban-kurban manusia untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa dan tuhan-tuhan mereka. 

Sementara perintah Allah kepada Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya (Ismail) adalah untuk menguji wujud ketaatan beliau terhadap perintah Allah sesuai bunyi ayat, yang artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah bagaimana pendapatmu." Ismail menjawab, "Wahai ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

"Ketika Nabi Ibrahim menerima wahyu melalui mimpi agar menyembelih putranya Ismail. Perasaannya hendak menyangkal, ini bukan wahyu, ini bisikan iblis. Maklum, ayah mana yang tidak memberontak menerima perintah sekejam itu, padahal beliau baru sehari berkumpul dengan darah dagingnya setelah sebelas tahun berpisah," kata Guntur.

Akan tetapi, nalar Ibrahim tergugah tatkala Ismail, putra kesayangannya itu, dengan tabah menjawab, "Ayah, laksanakan perintah Tuhan itu, mudah-mudahan akan Ayah saksikan nanti, putramu ini tergolong hamba-Nya yang bersabar."

Mengalir deras dalam benak Ibrahim, betapa anak sekecil itu mampu menyerap makna hakiki yang terkandung dalam perintah tersebut bahwa Tuhanlah yang menciptakan hidup, dan Tuhan pula yang berhak mencabutnya, terlepas apakah manusia suka atau tidak suka. Dapatkah ia menampik maut apabila sewaktu-waktu-waktu maut itu datang merenggut? Jangankan nyawa sang anak, nyawa sendiri pun da taksanggup mempertahankannya.

Apalagi sesudah Siti Hajar sang istri, dengan bijak berkata, "Kalau itu perintah Tuhan, saya rela melepas kepergian Ismail. Saya akan berusaha untuk ikhlas dan tawakal dalam menerima keputusan-Nya. Saya yakin, di balik perintah itu, Tuhan menyediakan kehormatan dan kemuliaan bagi kita. Bukankah janji-Nya selalu berkumandang bahwa Ia akan mengganjar orang-orang yang sabar dengan ampunan dan surga yang dijanjikan?"

Maka, ketika di puncak Jabal Qurban, Ibrahim meletakkan goloknya ke leher Ismail, yang terbersit di hatinya hanya sebuah ikrar. "Tuhan, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah semata-mata untuk-Mu".

Cahaya golok itu berkelebat tertimpa cahaya matahari pagi manakala sebuah suara gaib bergema dari langit. "Hai Ibrahim, engkau telah mematuhi perintah-Ku walaupun terasa berat dalam perasaanmu. Engkau akan Kuganjar dengan penyembelihan agung sebagai kehormatan dari arasy-Ku". Mata Ibrahim terpejam sekejap karena golok telah menyambar sang korban. Terdengar sesosok benda-benda berat berdebam ke tanah. Ia menyangka Ismail telah terpenggal lehernya.

Namun, betapa lega perasaannya ketika ia membuka mata yang tergeletak di bumi berlumur darah bukan anaknya, melainkan seekor domba berbulu putih. Sementara itu, Ismail berdiri tegar seraya berseru, "Allahu Maha Besar, Allahu Maha Besar." Ibrahim pun menjawab, "Segala puji bagi Allah Yang Mahabesar."

Sejatinya, kata Abdul Halim, perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS agar menyembelih putranya sendiri sebagai wujud kualitas ketakwaan dan kesabaran yang ditunjukkan kedua hamba Allah tersebut. Dan, juga sebagai isyarat betapa pun besarnya cinta seseorang kepada sesuatu yang dimilikinya bukanlah sesuatu yang berarti jika Allah menghendakinya.

Disebut dari kisah Nabi Ibrahim tersebut bahwa akhirnya Allah memberi pengganti seekor domba yang harus disembelih sebagai bukti keberhasilan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam melaksanakan perintah dan ujian yang amat berat.

Kurban yang disyariatkan oleh agama dimaksudkan mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagian membutuhkan pengorbanan. Akan tetapi, yang dikurbankan bukan manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusian, melainkan binatang sebagai pertanda bahwa pengurbanan harus ditunaikan. Dan, yang dikurbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia itu sendiri, yakni rakus, ingin menang sendiri, serta mengabaikan norma dan nilai.

Ada beberapa pesan-pesan moral Idul Adha yang dapat dipetik, baik berdimensi spiritual, emosional, maupun sosial yang seharusnya dapat dihayati dan dijabarkan di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, terutama untuk kepentingan peningkatan kualitas diri.

Terkait dengan Idul Adha, ia mengatakan, Idul Adha didahului oleh ibadah haji dimana kabah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dengan anaknya adalah simbol dari sebuah karya dan reputasi. Yang menjadi cermin bagi umat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Betapa tidak, umat Islam bisa merasakan dari dahulu, sekarang, bahkan pada masa mendatang Nabi Ibrahim dengan keluarganya selalu dikenang dan diagungkan oleh jutaan umat Islam di seluruh dunia pada saat berada di tanah suci.

Oleh karena mereka telah meletakan fondasi karya berupa kabah yang menjadi tambatan spiritual dari seluruh umat Islam sebagai wujud dari amal shaleh mereka. 

Kalau kesadaran ini yang ditumbuhkan maka, apapun yang dilakukan akan berbuah amal shaleh. Dan bukankah Al-quran menyebutkan dalam Surat Yasin, yang sering kita baca bahwa manusia itu yang penting adalah amalnya. Dan amal itu akan dicatat oleh Tuhan beserta efeknya atau dampaknya, katanya. 

"Kami catat apapun yang pernah dilakukan oleh manusia itu beserta dampaknya, dan segala sesuatu akan kami perhitungkan dalam buku besar yang sangat jelas" (Q 36:12), katanya.

Maka itu, lanjut dia, kelak nanti yang dibawa menghadap Allah adalah amal. Dan kalau sudah meninggalkan dunia ini menghadap Allah, maka amal itu terwujud di dunia ini dalam bentuk reputasi atau nama baik.

Seperti dikatakan dalam pepatah Melayu-Indonesia, "harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, maka manusia mati Ia akan meninggalkan amal". 

Amal yang menjadi reputasi. Yaitu ketika orang mengenang seseorang yang sudah meninggal itu, apakah dia orang baik atau buruk. Dan umur reputasi itu jauh lebih panjang daripada umur pribadi manusia tersebut. 

"Sampai sekarang kita masih bisa menyebut dengan penuh penghargaan orang seperti, Ibnu taimiyah, Imam Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Rush, tokoh-tokoh kemanusian seperti Bunda Teresa, para ilmuan seperti Isaac Newton, Thomas Alva Edison, dan sederatan manusia agung lainnya," katanya.
21.15 | 0 komentar

Prof. H. Abdurrahman Masud, Ph.D dan Revolusi Mental


Catatan Edy Supriatna - Tampilan selalu rapi dan sederhana. Cara berpakaiannya pun serasi dan necis tanpa berlebihan. Di hadapan publik, ia dikesankan tak banyak bicara. Kendati demikian ia mudah melempar senyum kepada siapa saja yang menyapa. Ramah, santun dan bisa mengambil posisi di lingkungan strata sosial atas dan bawah, menjadi ciri tersendiri baginya. Itu disebabkan ia memiliki pemahaman agama dan pendidikan yang tinggi, sehingga mudah bergaul. Bukan hanya di lingkungan "lokal" seperti rekan sekantor, tetapi juga untuk wilayah berkelas internasional. Terlebih, untuk lingkungan akademis.

Dia adalah Prof. H. Abdurrahman Masud, Ph.D. (lahir Kudus 16 April 1960, NIP 196004161989031005), pemilik Rekening: Mandiri, 103-00-0582644-7. Ia merupakan alumnus Madrasah Aliyah Qudsiyah Kudus 1980, dan alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta 1987.  memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) di UCLA (The University of California Los Angeles), USA, pada bulan Maret 1997, pernah menjadi dosen tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,  direktur dan dosen  pada program Pascasarjana IAIN Walisongo, UNISMA, Sunan Kalijaga Jogjakarta,  Magister Studi Islam (S2) UII Jogjakarta dan Unisma, serta pada program Magister Managemen (MM) dan Magister Sains Akutansi Universitas Diponegoro Semarang, (UNDIP).

Selain itu dia pun pernah menjadi penulis dan mantan konsultan BEP-ADB (Basic Educational Project, Asian Development Bank) Jateng Tahun 2000-2001, pimpinan redaksi journal internasional, Ihya ` Ulum al-Din sejak terbit pertama ‘99 sampai 2001, serta wakil ketua DRD (Dewan Riset Daerah) Jateng,  2001-2002 memperoleh kesempatan penelitian posdoct di beberapa perguruan tinggi AS dengan biasiswa Fulbright, dan 2004 mengajar dua bulan sebagai visiting scholar di Universitas Salve Regina University, New Port Rhode Island, AS. Pernah menjadi anggota inti KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Jateng sampai 2006 dan rektor UNSIQ (Universitas Sain al-Quran) Jateng,  jabatan terakhir kini sejak Oktober 2012 adalah Kapuslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, kementerian Agama Pusat RI.

Sebelumnya sejak Desember 2007 adalah kepala Pusat Litbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama RI Pusat, yang sebelumnya lagi menjadi direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama RI Pusat 2006. Meskipun dalam kesibukan amanah  jabatannya di Jakarta, sampai sekarang penulis masih aktif membimbing disertasi di berbagai perguruan tinggi termasuk UIN Jogja, UIN Jakarta, dan beberapa IAIN serta UNSIQ. 

Kepada penulis, Mas'ud pernah bertutur tentang pentingnya pendidikan karakter. Kebetulan sekali saat - medio September 2014 - tengah ramai dibicarakan tentang revolusi mental, yang kemudian merupakan program Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi). Ia pun berkomentar bahwa program tersebut penting dan harus dapat dilaksanakan sebaik mungkin. "Revolusi mental itu perlu dan semua pihak perlu memberikan dukungan. Dukungan tersebut bisa dilakukan dengan cara membangun sistem berkelanjutan untuk membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas," katanya, ketika ditemui di ruang kerjanya.

Revolusi Mental merupakan salah satu ikhtiar Presiden terpilih Jokowi dalam memajukan kualitas manusia lewat pendidikan. Kemajuan pendidikan itu dapat dilihat dari pembentukan karakter. Untuk hal ini, Mas'ud pun berharap agar program tersebut dapat mendapat dukungan luas dan diperkaya lagi sehingga implementasinya di tengah masyarakat dapat membuahkan manfaat besar.

Banyak yang melihat bahwa pendidikan itu hanya sebatas pintar secara akademik, padahal pembentukan karakter yang baik juga sama pentingnya demi mendapatkan manusia Indonesia yang kualitasnya lebih baik untuk meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.

Menurut lulusan Doktor dari The University of California Los Angeles, USA, warga kota Jakarta dikenal tidak tertib. Tapi jika satu jam saja pindah ke luar negeri, misalkan ke Singapura, bisa mengindahkan segala aturan yang ada di negeri "Singa" tersebut.

Jika warga Indonesia berada di Singapura, misal melihat larangan berupa tidak boleh meludah sembarangan, buang sampah seenaknya, parkir kendaraan tak boleh sembarangan, maka aturan-aturan itu pasti diindahkan.

"Negeri yang banyak aturannya itu dipatuhi oleh warga Indonesia yang ada di negeri itu," katanya.

Singapura, sebagai negara tetangga terdekat itu banyak menerapkan aturan untuk warga kotanya. Hal itu bisa dijadikan contoh. Mengapa manusia Indonesia tidak bisa tertib tetapi ketika berada di negeri orang lain bisa mematuhinya.

Menurut dia, hal itu terkait dengan sistem yang berlaku di negeri bersangkutan. "Singapura adalah negeri penuh dengan aturan," katanya.

Terkait dengan pendidikan karakter, secara akademis ia menjelaskan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.

Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.


Prof. H. Abdurrahman Masud, dalam dunia akademis telah melahirkan karya berupa tulisan yang dimuat dalam Jurnal antara lain : “Etika Profesional dan Ruh Agama di Awal Millenium”, Abd. Rachman Mas’ud, Dialog - Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Juli 2009, hal 69 – 73.“Menyikapi Keberadaan Aliran Sempalan”, Abd. Rachman Mas’ud, Dialog - Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Nopember 2009, hal 16 – 24.Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah Two of Indonesia’s Muslim Giants: Tension Within Intimacy (Harmony), Abd. Rachman Mas’ud, Harmoni – Jurnal Multikultural & multireligius, April – Juni 2010, hal 9 – 20.Islam dan Dialog Peradaban, Republika 2012, Pesantren’ and radicalization, Jakarta Post,  17 May 2013 Suni-Islam Indonesia, Republika, 8 Oktober 2013.

Di bidang Penelitian, pernah masuk sebagai tim Penilai Penelitian Kompetitif Kehidupan Keagamaan Tahun Anggaran 2009.
Pembimbing Kegiatan Peningkatan Peneliti Muda Tahun 2009. Ketua Tim Penilai Penelitian Kompetetitif kehidupan Keagamaan Tahun Anggaran 2010. Pembimbing Kegiatan Peningkatan Peneliti Muda Tahun 2010.

Sedangkan dalam kegiatan akademi lainnya pernah sebagai pengajar pada Pasca Sarjana IAIN Cirebon sejak 2008 – 2011.


Pasca Sarjana IAIN Lampung sejak tahun 2009 – 2012. Pasca Sarjana Universitas Sains dan Al-Qur’an Wonosobo Jawa Tengah sejak Tahun 2008 - Sekarang. Masih banyak kegiatan lainnya sebagai pembimbing disertasi dan sejumlah tulisan yang telah dibukukan.
21.10 | 4 komentar

Khotib At-Tin Nyatakan Jangan Korbankan Nilai Kemanusiaan

Written By Unknown on Senin, 06 Oktober 2014 | 23.55

Catatan Edy Supriatna - (5/10/14) Allah selalu harus berada di atas segalanya, Inilah bukti iman sejati
Jakarta (ANTARA News) - Kurban yang disyariatkan oleh agama Islam dimaksudkan guna mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagian membutuhkan pengorbanan, tetapi yang dikurbankan bukan manusia, bukan nilai-nilai kemanusian, melainkan hewan sebagai pertanda bahwa pengurbanan harus ditunaikan.

Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, kemudian dibatalkan dan kemudian Allah menebusnya dengan domba dapat dimaknai bahwa tiada sesuatu yang mahal untuk dikurbankan kalau panggilan Ilahi telah datang, kata khotib Dr.H.Muh. Guntur Alting, M.Pd, M.Si pada shalat Idul Adha di Masjid Agung At-Tin Jakarta, Minggu.

Cara berkurban seperti itu bukan hanya ujian untuk keduanya, Nabi Ibrahim dan Ismail, tetapi juga untuk menjelaskan kepada siapa saja.

Karena itu Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih anak kandung satu-satunya, anak yang telah lama didambakannya, sebagai bukti bahwa manusia pun dapat dikurbankan bila panggilan Ilahi telah tiba. 

"Allah selalu harus berada di atas segalanya, Inilah bukti iman sejati," kata dosen tetap Mata kuliah Metodologi Studi Islam pada Fakultas Tarbiah dan Ilmu Pendidikan IAIN Sultan Zainal Abidin Syah, Maluku Utara.

Hadir pada shalat Idul Adha itu keluarga besar almarhum Soeharto dan Ketua Dewan Pengurus Masjid Agung At-Tin,Muhammad Maftuh Basyuni.

Guntur kembali menegaskan, kurban yang disyariatkan oleh agama, guna mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagian membutuhkan pengorbanan. 

Tetapi yang dikurbankan bukan manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusian, melainkan binatang sebagai pertanda bahwa pengurbanan harus ditunaikan. Dan yang dikurbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia itu sendiri, yakni rakus, ingin menang sendiri, mengabaikan norma dan nilai. 

Terkait dengan Idul Adha, ia mengatakan, Idul Adha didahului oleh ibadah haji dimana kabah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dengan anaknya adalah simbol dari sebuah karya dan reputasi. Yang menjadi cermin bagi umat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Betapa tidak, umat Islam bisa merasakan dari dahulu, sekarang, bahkan pada masa mendatang Nabi Ibrahim dengan keluarganya selalu dikenang dan diagungkan oleh jutaan umat Islam di seluruh dunia pada saat berada di tanah suci.

Oleh karena mereka telah meletakan fondasi karya berupa kabah yang menjadi tambatan spiritual dari seluruh umat Islam sebagai wujud dari amal shaleh mereka. 

Kalau kesadaran ini yang ditumbuhkan maka, apapun yang dilakukan akan berbuah amal shaleh. Dan bukankah Al-quran menyebutkan dalam Surat Yasin, yang sering kita baca bahwa manusia itu yang penting adalah amalnya. Dan amal itu akan dicatat oleh Tuhan beserta efeknya atau dampaknya, katanya. 

"Kami catat apapun yang pernah dilakukan oleh manusia itu beserta dampaknya, dan segala sesuatu akan kami perhitungkan dalam buku besar yang sangat jelas" (Q 36:12), katanya.

Maka itu, lanjut dia, kelak nanti yang dibawa menghadap Allah adalah amal. Dan kalau sudah meninggalkan dunia ini menghadap Allah, maka amal itu terwujud di dunia ini dalam bentuk reputasi atau nama baik.

Seperti dikatakan dalam pepatah Melayu-Indonesia, "harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, maka manusia mati Ia akan meninggalkan amal". 

Amal yang menjadi reputasi. Yaitu ketika orang mengenang seseorang yang sudah meninggal itu, apakah dia orang baik atau buruk. Dan umur reputasi itu jauh lebih panjang daripada umur pribadi manusia tersebut. 

"Sampai sekarang kita masih bisa menyebut dengan penuh penghargaan orang seperti, Ibnu taimiyah, Imam Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Rush, tokoh-tokoh kemanusian seperti Bunda Teresa, para ilmuan seperti Isaac Newton, Thomas Alva Edison, dan sederatan manusia agung lainnya," katanya.
23.55 | 0 komentar

BERITA PER KATEGORI


Categories