Catatan Edy Supriatna - Jakarta (Antara Babel) - Ketika Presiden terpilih Jokowi melontarkan program revolusi mental, Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan pada Kementerian Agama, Prof. H. Abdurrahman Mas'ud Ph.D., langsung menyatakan dukungan.
Alasannya, program tersebut penting dan harus dapat dilaksanakan sebaik mungkin. "Revolusi mental itu perlu dan semua pihak perlu memberikan dukungan," kata Abdurrahman Mad'ud di Jakarta, 3 September.
Dukungan tersebut, kata doktor lulusan The University of California Los Angeles, USA itu, bisa dilakukan dengan cara membangun sistem berkelanjutan untuk membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
Revolusi Mental merupakan salah satu ikhtiar Presiden terpilih Jokowi dalam memajukan kualitas manusia lewat pendidikan. Kemajuan pendidikan itu dapat dilihat dari pembentukan karakter.
Untuk itu, Mas'ud pun berharap agar program tersebut dapat mendapat dukungan luas dan diperkaya lagi sehingga implementasinya di tengah masyarakat dapat membuahkan manfaat besar.
Banyak yang melihat bahwa pendidikan itu hanya sebatas pintar secara akademik, padahal pembentukan karakter yang baik juga sama pentingnya demi mendapatkan manusia Indonesia yang kualitasnya lebih baik untuk meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.
Menurut dia, warga kota Jakarta dikenal tidak tertib. Tapi jika satu jam saja dipindah ke luar negeri, misalkan ke Singapura akan bisa mengindahkan segala aturan yang ada di negeri "singa" tersebut.
Jika warga Indonesia berada di Singapura, misal melihat larangan berupa tidak boleh meludah sembarangan, buang sampah seenaknya, parkir kendaraan tak boleh sembarangan, maka aturan-aturan itu pasti diindahkan.
"Negeri yang banyak aturannya itu dipatuhi oleh warga Indonesia yang ada di negeri itu," katanya.
Singapura sebagai negara tetangga terdekat itu banyak menerapkan aturan untuk warga kotanya. Hal itu bisa dijadikan contoh. Mengapa manusia Indonesia tidak bisa tertib tetapi ketika berada di negeri orang lain bisa mematuhinya.
Menurut dia, hal itu terkait dengan sistem yang berlaku di negeri bersangkutan. "Singapura adalah negeri penuh dengan aturan," katanya.
Terkait dengan pendidikan karakter, secara akademis ia menjelaskan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.
Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
Sebelumnya Joko Widodo menyatakaan Bangsa Indonesia memerlukan revolusi mental. "Saat ini kita cenderung menerapkan prinsip-prinsip paham liberalisme yang jelas tidak sesuai dan kontradiktif dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia.
Tindakan korektif
"Sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan 'nation building' baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan," kata Jokowi pada beberapa waktu lalu.
Penggunaan istilah "revolusi", menurut Jokowi, tidak berlebihan, sebab kini Indonesia memerlukan suatu terobosan budaya politik untuk memberantas setuntas-tuntasnya segala praktik-praktik yang buruk yang sudah terlalu lama dibiarkan tumbuh kembang sejak zaman Orde Baru sampai sekarang.
Revolusi mental beda dengan revolusi fisik karena ia tidak memerlukan pertumpahan darah. Namun, usaha ini tetap memerlukan dukungan moril dan spiritual serta komitmen dalam diri seorang pemimpin dan selayaknya setiap revolusi diperlukan pengorbanan oleh masyarakat.
Dalam melaksanakan revolusi mental, bangsa Indonesia dapat menggunakan konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, Indonesia yang berdaulat secara politik, Indonesia yang mandiri secara ekonomi, dan Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya.
"Terus terang kita banyak mendapat masukan dari diskusi dengan berbagai tokoh nasional tentang relevansi dan kontektualisasi konsep Trisakti Bung Karno ini," ia menjelaskan.
Kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat sila keempat Pancasila haruslah ditegakkan di Bumi Indonesia. Negara dan pemerintahan yang terpilih melalui pemilihan yang demokratis harus benar-benar bekerja bagi rakyat dan bukan bagi segelintir golongan kecil. Kita harus menciptakan sebuah sistem politik yang akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan tindakan intimidasi.
Semaraknya politik uang dalam proses pemilu sedikit banyak mempengaruhi kualitas dan integritas dari mereka yang dipilih sebagai wakil rakyat.
"Kita perlu memperbaiki cara kita merekrut pemain politik, yang lebih mengandalkan keterampilan dan rekam jejak ketimbang kekayaan atau kedekatan mereka dengan pengambil keputusan," ia mengingatkan.
Indonesia juga memerlukan birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan mendukung pekerjaan pemerintah yang terpilih.
Demikian juga dengan penegakan hukum, yang penting demi menegakkan wibawa pemerintah dan negara, menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum. Tidak kalah pentingnya dalam rangka penegakan kedaulatan politik adalah peran TNI yang kuat dan terlatih untuk menjaga kesatuan dan integritas teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Mas'ud, untuk memperbaiki karakter bangsa perlu pula diperkaya dengan sikap tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya,
dan berorientasi iptek berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (sesuai UU RI Nnomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025).
Sejatinya, kekuatan untuk mengubah karakter dengan revolusi mental melalui lembaga pendidikan, sebab sangat dahsyat kekuatannya. Jangan dilihat sesaat, tetapi ke depan, yakinlah hasilnya bisa membanggakan.
Ia menyatakan pula bahwa dewasa ini kearifan lokal masih memiliki kekuatan untuk menjaga kehidupan keharmonisan di Tanah Air. Untuk itu diharapkan melalui pendidikan, maka kearifan lokal perlu diangkat dan diaktualisasi dalam kehidupan sehari-hari.
Mas'ud mengaku sudah melakukan penelitian di 33 provinsi yang hasilnya bahwa kini kearifan lokal sedikit terkikis sebagai dampak pengaruh globalisasi.
"Orang seolah tidak pe-de (percaya diri, red) ketika tampil dan mengangkat kearifan lokal, padahal tiap daerah memilikinya, yang secara universal diakui nilai-nilainya sangat bagus," katanya.
Ia berharap kepada Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (JK) juga dapat mengangkat kearifan lokal. Aktualisasi kearifan kini menjadi penting dan harus ikut mewarnai kehidupan bangsa Indonesia.
Tanpa kearifan lokal, Pancasila tak punya nilai apa-apa
19.28 | 0
komentar