Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

PEMERINTAH TETAPKAN AWAL RAMADHAN JATUH PADA 29 JUNI 2014

Written By Unknown on Jumat, 27 Juni 2014 | 21.22


       
Catatan Edy Supriatna - Jakarta, 27/6 (Antara) - Pemerintah menetapkan awal Ramadhan 1435 H jatuh pada 29 Juni 2014 dan keputusan itu diambil setelah seluruh organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam mengikuti sidang itsbat di gedung Kementerian Agama (Kemenag) Jakarta, Jumat petang.

           Sidang penentuan awal Ramadhan ini mendapat perhatian kalangan media massa, karena sejak awal sudah ada perbedaan dengan penetapan Ormas Muhammadiyah yang menetapkan puasa jatuh pada 28 Juni 2014. Atas perbedaan ini, Menag Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, pemerintah memberi kebebasan bagi umat Islam yang menjalani puasa lebih cepat dari ketetapan hasil sidang itsbat.

          "Pemerintah menetapkan awal Ramadhan pada 19 Juni 2014, hari Ahad (Minggu)," kata Lukman Hakim di hadapan sejumlah media   massa yang memenuhi lobi kantor kementerian tersebut.

          Pemerintah memberi kebebasan atas perbedaan tersebut. Pasalnya, menurut dia, karena hal tersebut menyangkut wilayah keyakinan. Pemerintah telah berupaya memberi arahan kapan seharusnya puasa tersebut dapat dilaksanakan oleh umat Islam dengan baik.

          Sidang istbat, lanjut Lukman, diawali dengan sarasehan dengan mengetengahkan topik bagaimana menentukan titik temu untuk menetapkan awal Ramadhan.

          Ia menjelaskan pula, sebelumnya pihak Kemenag juga menempatkan petugas di 63 titik petugas pemantau hilal. Namun tak satu pun petugas dari seluruh Indonesia itu melihat hilal dalam posisi satu derajat. Dari hasil itu, maka bulan Sya'ban diistikmalkan menjadi 30 hari.

         Berikutnya, menetapkan 1 Ramadhan pada hari Ahad 29 Juni 2014, ia menegaskan.

         Dijelaskan pula, hasil sidang istbat tersebut juga memberi catatan antara lain ke depan agar Ormas Islam banyak melakukan pembahasan dengan para pakar mengenai hal ini, terutama menyangkut kriteria kapan hilal dapat terlihat. Semua itu dimaksudkan untuk menyamakan persepsi, kata Lukman lagi.
        
Tidak teramati 
   
       Sebelumnya Badan Hisab Rukyat Kemenag menyatakan, tidak ada referensi empirik visibilias (ketampakan) hilal jika hilal awal Ramadhan 1435 H teramati di wilayah Indonesia, kata Cecep Nurwendaya, anggota tim Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama di Jakarta, Jumat.

            Dalam paparannya di hadapan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan sejumlah pejabat kementerian tersebut, termasuk sejumlah duta besar negara sahabat, Cecep memaparkan sejumlah alasan mengapa hilal tak nampak.

          Alasannya, menurut dia, posisi hilal saat matahari terbenam di Pos Observasi Bulan Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (27/6) atau 29 Sya'ban 1345 H adalah tinggi/irtifa'hial 0,62 derajat. Jarak busur Bulan dari Mahatari 4,68 derajat dan umur hilal 2 jam 38 menit 54 detik dengan Fraksi illuminasi sasma dengan 0,18 derajat.

          Sementara kriteria imkanurukyat adalah 2 derajat. Kriteria ini, menurut Cecep, juga menjadi acuan bagi sejumlah negara Islam seperti Brunei, Malaysia, dan Singapura.

         Jika mengacu kepada referensi empirik astonomis, ia menyebutkan, Pertama limit danjon. Yaitu, hilal akan tampak jika jarak sudut bulan matahari lebih besar dari 7 derajat (Odeh, 2004, Islamic Crescent Observation Project (ICOP) menemukan limit Danjon sama dengan 6,4 derajat.

         Kedua, konferensi penyatuan awal bulan hijriyah internasional di Istambul pada 1978; awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar 8 derajat dan tinggi dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat.

         Ketiga, Rakor pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern. Hilal Ramadhan 1427 H, umur 13 jam 15 menit dipotret dengan teleskop dan kamera CCD di Jemran.

           Di hadapan sejumlah tamu VIP, Cecep juga menjelaskan bahwa Pos Observasi Bulan Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, merupakan tempat ideal  untuk mengamati hilal di Indonesia. Karena itu, lokasi tersebut dijadikan patokan oleh sejumlah negara Islam di Asia Tenggara.

          Pasalnya, kata dia, dari data yang sudah ada diperoleh informasi akurat. Dari lokasi itu bisa diketahui ketinggian hilal maksimal. Karena itu kemudian dikenal sebagai hilal regional maksimal bagi sejumlah negara anggota MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura).***3***
21.22 | 0 komentar

KEMENAG DAN BPKP JALIN KERJA SAMA PENGAWASAN BANSOS

Written By Unknown on Rabu, 25 Juni 2014 | 21.08

  
Catatan Edy Supriatna - Jakarta, 26/6 (Antara) - Sekjen Kementerian Agama Nur Syam mengakui bahwa kini pihaknya telah menjalin kerja sama dengan  Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) di lingkungan kementerian tersebut.

        Alasan perlunya kerja sama tersebut, lantaran penyaluran Bansos mempunyai permasalahan rumit dengan anggaran yang besar. Wajar jika banyak orang tertarik. Untuk itu, terima kasih atas bantuan BPKP atas ditandatanganinya kerja sama ini, kata Nur Syam yang juga Pelaksana Tugas Dirjen  Pendidikan Islam ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.

        BPKP merupakan lembaga Pemerintah non-kementerian  yang melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan berupa audit, konsultasi, asistensi, evaluasi, pemberantasan KKN, serta pendidikan dan pelatihan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku, ia menjelaskan.

        Hasil pengawasan BPKP dilaporkan kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam menjalankan pemerintahan dan memenuhi kewajiban akuntabilitasnya. Hasil pengawasan BPKP, lanjut dia, juga diperlukan oleh para penyelenggara pemerintahan lainnya termasuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pencapaian dan peningkatan kinerja instansi yang dipimpinnya.

        Mengenai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) ini, Nur Syam mengatakan bahwa BPKP perlu memperjelas definisi Bansos. Menurutnya, tidak semua Bansos mempunyai resiko sosial. Bantuan untuk madrasah, pesantren dan masjid misalnya, lanjut Nur Syam, tidak mengandung resiko sosial.

        "Apakah hal ini masih dinamakan bansos atau tidak, semoga  setelah penandatanganan ini, BPKP memberi gambaran yang jelas kepada kita, tentang mana yang bansos, mana yang bukan bansos. Hal ini sangat penting untuk kita cermati, karena akun-akun yang kita gunakan saat ini sering tumpang tindih," tambah Nur Syam.

        "Dengan adanya pendampingan dan bimbingan ini, akan membuka mata hati kita, tentang perlunya pemetaan yang jelas antara bansos, hibah, dan tupoksi. Mari, kita manfaatkan kehadiran BPKP untuk melakukan ini semua, agar 2015 nanti, tidak ada lagi kesalahan," tambahnya.

        Nur Syam menyoroti adanya  Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang berbeda-beda antara satu direktorat dengan direktorat lainnya. Untuk itu ia berharap agar ke depan bisa dibuat  SIM BANSOS terpadu yang bisa dirumuskan bersama, sehingga lebih mudah dalam melakukan evaluasi, monitoring dan lain sebagainya.

        Sementara itu, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah, Bidang POLSOSKAM, Binsar H Simanjuntak, mengatakan bahwa kerja sama ini sesuai dengan permintaan Menkeu dan arahan Presiden. Selain itu, ada juga surat dari KPK terkait kajian KPK terhadap Bansos di sejumlah kementerian/lembaga.

        "Kami melaksanakan tugas seperti ini di 11 kementerian/lembaga. Apa yang kami lakukan ini, menggunakan kriteria yang disepakati antara BPKP dan Kemenkeu, di mana, kementerian yang bersangkutan sudah diberitahu. Selain juga sebagai salah satu dasar kami, ketika kita ditagih sama KPK," terang Binsar Simanjuntak.

        Binsar Simanjuntak mengaku bahwa BPKP siap bekerja sama dan membantu Kementerian Agama terkait dengan program Bansos. Menurutnya, kerja sama ini memang berorientasi pada pencegahan kesalahan dalam penyaluran Bansos. Untuk itu, dalam menjalankan tugasnya, Binsar mengaku sangat berharap masukan dari para pejabat Kemenag.

        Berita Acara Hasil Review BPKP atas Belanja Bansos pada Kemenag Tahun 2014 ini ditandatangani oleh Sekjen Kemenag, Nur Syam dan Deputi BPKP Bidang POLSOSKAM, Binsar H Simanjuntak. Selain itu, penandatanganan kerja sama ini juga dilakukan oleh Pgs Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil, Dirjen Bimas Kristen, Oditha Rintana Hutabarat, dan Dijen Bimas Khatolik Ensabius Binsasi
21.08 | 0 komentar

MENAG BERHARAP AWAL RAMADHAN DIAKUI SEMUA PIHAK


Catatan Edy Supriatna - Jakarta, 26/6 (Antara) - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin berharap penetapan awal Ramadhan atau awal bulan Qamariyah (Hijriyah) dapat ditemui terobosan baru dan diakui semua pihak, tanpa dikotomi dan diskriminasi.

        "Saya berharap, saresehan ini kali, ada sebuah terobosan baru dalam proses penetapan awal bulan Qamariyah, terutama Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah," kata Menag saat membuka "Saresehan Mencari Titik Temu Awal Ramadhan 1435 H" di Jakarta, Rabu malam. Sarasehan diselenggarakan Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Ditjen Bimas Islam, berlangsung di  Hotel Millenium.

        Menag melihat hal itu sangat penting, agar penetapan awal bulan semaksimal mungkin bisa diakui oleh semua pihak, tanpa dikotomi dan diskriminatif.

        Dalam penentuan awal bulan Qamariyah, baik di Indonesia maupun di beberapa Negara Islam, kerap kali terjadi perbedaan. Dampaknya, masyarakat bawah yang butuh kepastian, rentan bergesekan. Perbedaan terjadi karena banyaknya sistem hisab yang berkembang di masyarakat dan kriteria-kriteria yang digunakan. Di samping juga sisi sosial astronomis maupun sosial agama yang mengiringi penetapan tersebut.

        Menentukan awal bulan Qamariyah, ia menjelaskan, menjadi tugas dan kewajiban Kemenag. Sejak 1962, atas nama Pemerintah, Kemenag melakukan Sidang Itsbat (penetapan) awal bulan Ramadhan. Hasil hisab dan rukyat hilal, dikaji bersama, baik oleh Kemenag, organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, dari kalangan akademis atau perguruan tinggi, dan lain sebagainya, untuk memberi pertimbangan kepada Menag sebelum diambil keputusan.

        Lukman menyatakan, keputusan Menag harusnya bersifat resmi dan mengikat, agar umat mempunyai kepastian dan tidak tercerai berai. Meski demikian, jika terpaksa karena beberapa hal, ada masyarakat yang berbeda dengan keputusan Menag, maka jangan sampai perbedaan tersebut membuat masyarakat berkonflik.

        "Semoga saresehan ini mampu mencari titik temu, mencari sebuah solusi yang bisa menyatukan berbagai perbedaan dalam ormas Islam," ia berharap.

        Sebelumnya, Pgs Dirjen Bimas Islam, Abdul Djamil mengatakan bahwa Indonesia bersama negara-negara MABIMS (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura) sepakat untuk menentukan beberapa patokan syarat-syarat penentuan awal bulan Qamariyah.
 
   MABIMS sepakat dalam beberapa patokan penentuan awal bulan, semisal tinggi hilal minimal 2 derajat dengan waktu minimal 8 jam, dan lain sebagainya, kata mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang ini.

        Djamil menyatakan bahwa Ditjen Bimas Islam bahkan pernah mengikuti Saresehan di Turky tentang penentuan awal bulan. "Hasil di Turky adalah, peserta sepakat untuk berbeda," terang Djamil.
        Menurut Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat, Izzuddin, saresehan ini diikuti tidak kurang dari 37 perwakilan Ormas Islam se-Nusantara, dan bertujuan untuk menyamakan persepsi antar-ormas, agar saat sidang Itsbat berlangsung, masing-masing perwakilan ormas dapat memecahkan perbedaan sebaik mungkin.

        "Jika toh tidak ditemukan titik temu dan tetap mengambil jalan berbeda, para tokoh ormas ini bisa menjaga dan menjamin masyarakat di bawah tidak konflik," tutur Izzuddin. ***3***
21.03 | 0 komentar

HISAB DAN RUKYAT BAGAI "MINYAK DAN AIR"


Catatan Edy Supriatna - "Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa". (Al-Baqarah: 183)  

      Ramadhan sudah mendekat. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, kesibukan menyambut bulan suci tersebut semakin terasa. Para ulama dan ustadz kerap mengutip ayat di atas untuk mengingatkan umat Islam agar segera menyambut bulan mulia, Ramadhan.


          Sebagai persiapan menghadapi Ramadhan banyak cara ditempuh, antara lain melakukan ziarah kepada para orangtua di sejumlah pemakaman. Bagi sesama teman, dilakukan saling memaaf-maafkan dengan harapan dalam menjalankan ibadah terasa makin ringan karena tak memiliki ganjalan dalam konteks  bahwa setiap ibadah diarahkan untuk meningkatkan hubungan vertikal dan horizontal, yaitu habluminallah dan habluminnas.  

      Tak kalah sibukanya bagi kalangan ibu-ibu. Selain melakukan ritual ibadah amaliyah dengan orangtua dan kerabat dekat, juga mendatangi sejumlah mal atau pusat perbelanjaan. Terasa aneh memang. Kecenderungan para ibu rumah tangga dewasa ini bukan lagi mendekat saat Idul Fitri, tapi justru menjelang memasuki ibadah Ramadhan.


         Banyak di antara para ibu lebih suka menyibukan diri jauh hari sebelum puasa. Pasalnya, tak ingin ibadah puasa dan ritual lainnya terganggu akibat dari "penyiksaan diri" untuk berbelanja. Jadi, mereka sibuk membeli pernik dan tetek bengek untuk kebutuhan Lebaran atau Idul Fitri. Biasanya, para ibu membeli pakaian jadi untuk keluarga, dan peralatan lain untuk mempercantik suasana kediaman, atau rumah pribadi masing-masing.

          Coba tengok, menjelang Lebaran 2014 ini, tingkat keramaian kunjungan di Pasar Tanah Abang meningkat tajam dalam sebulan terakhir.  Coba pula perhatikan para pembeli di pasar terbesar di Jakarta itu.  Pembeli umumnya terdiri dari para ibu rumah tangga, wanita karir dan profesional. Jika diperhatikan dari logat bahasa yang digunakan pun sangat beragam. Jika penjualnya orang "awak" atau Padang, maka pembelinya cepat menyesuaikan diri menggunakan bahasa etnis dari si pedagang. Juga demikian, berlaku untuk transaksi para pedagang dan pembeli dari daerah lainnya. Tujuannya, agar si pembeli dapat diskon atau membeli barang lebih murah.

           Sesungguhnya tak demikian. Yang namanya pedagang, tak mau kehilangan momentum "lebaran". Hukum besi tetap berlaku. Permintaan tinggi harus pula disesuaikan dengan daya jual. Artinya, harga tetap mahal. Tapi, di mata pembeli tidaklah demikian. Pasar Tanah Abang tetap jauh lebih murah dibanding mal atau pasar lainnya. Karena itu, banyaknya ibu dari berbagai profesi - se-Jabotabek - berbelanja ke pasar tersebut selain untuk kebutuhan sendiri juga untuk dijual kembali ke daerah lain.

           Pasar Tanah Abang kini banyak didatangi pembeli dari berbagai ibu dari seluruh Indonesia. Coba saksikan, di ruang parkir pasar itu, banyak ibu menggunakan mobil dengan plat nomor dari berbagai daerah di Pulau Sumatera. "Jauh-jauh kok belanjanya ke Tanah Abang," kata seorang pengunjung ketika berceloteh sesama rekannya di eskalator.

          Di berbagai daerah, kesibukan menyambut Ramadhan juga sangat beragam. Di Jakarta, banyak anggota keluarga selain mendatangi makam orangtua atau famili terdekat di sejumlah Pemakaman Umum (TPU) juga ditandai dengan mengunjungi orang tertua. Biasanya kunjungan itu disertai membawa makanan seperti rendang dan ketupat atau pun membawa sayur ikan bandeng. Kunjungan ini dapat dimaknai untuk memperkuat silaturahim.

           Di daerah lain, menyambut Ramadhan juga dilakukan dengan beragam. Ada sebagian warga mandi bersama di sungai. Tapi belakangan ini sudah mulai berkurang. Untuk masyarakat Betawi, dahulu ada. Namun belakangan berkurang dan hanya dilakukan dengan cara melakukan keramas rambut menggunakan merang yang dibakar. Lambat laun, kebiasaan ini, hilang seiring makin sulitnya mendapatkan merang di berbagai tempat. Maklum, sawah pun sudah berubah menjadi rumah petakan untuk kontrakan.
    
Obrolan Penentuan Puasa

      Perhatian warga, khususnya bagi orang Betawi menghadapi bulan puasa atau Ramadhan terlihat pada obrolan ketika saling bertanda ke kediaman orangtua atau kerabat dekat.


           "Ente kapan puasanye," begitu biasanya orangtua menanyakan kepada orang muda yang berkunjung ke kediamannya saat-saat memasuki Ramadhan.

           "Kalao ane kong, ikut pemerintah aje.  Liat siaran tipi (televisi, red) di rumah. Enti (nanti) juga ketauan, kapan arus puase," jawab sang cucuk yang usianya sudah akil balig.

           "Iya deh. Babe lu juga sama engkong, dari dulu kalo puasa ikut pemerintah. Pemerintah kan ulil amrie," jawab si engkong kepada si cucu. Di sisi cucu yang mulai beger (dewasa), bertanya balik kepada sang kakek.

            "Ulil amri itu ape, kong?" tanyanya.

            "Lu enggak tahu rupanye. Itu, putusan pemerintah yang harus dipatuhi. Putusannya juga dari hasil sidang (itsbat). Orang-orangnya nyang ikut sidang dari pondok pesantren keren dan pimpinannye beken-beken," jawab si engkong menjelaskan. Dan si cucu pun hanya manggut-manggut. Maklum, jawaban seperti itu sudah sering didengar di tempat pengajiannya, mushola terdekat.

           Sebagian orang Betawi, penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal kerap menjadi perhatian karena persoalannya tetap klasik namun menarik. Dua paham yang ingin disatukan tak kunjung selesai. Bagai minyak dan air berada di tempat yang sama. Tetapi hal ini tetap menjadi penting karena, pertama bagi kalangan ibu rumah tangga, sebagai kesiapan menyediakan makan sahur dan taraweh.  Pada awal Syawal, juga terkait dengan jadwal memasak ketupat dan tetek bengek lainnya.

           Kedua, mereka menyadari, menyegerakan berbuka puasa pun menjadi penting. Puasa pada saat lebaran, sesuai dengan ajaran yang diterima dari kalangan ustadz mereka, hukumnya adalah haram. Karena itu, diskusi penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal selalu menjadi menarik tiap tahun. Apa lagi tatkala terjadi penentuan awal Ramadhan hasilnya berbeda antarsesama organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam.

            Berbagai media onlie seperti Kompas, Antara dan sejumlah media online telah memberitakan bahwa akan terjadi lagi perbedaan penentuan permulaan bulan Ramadhan  pada 1435 Hijriah atau 2014 Masehi. Hakim L Malasan, dosen astronomi di Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung, baru-baru ini, menyatakan perbedaan terjadi sebab adanya dua paham dalam penentuan awal Ramadhan, atau secara umum awal kalender Hijriah.

           Metode pertama mendasarkan pada perhitungan astronomis dan matematis, disebut hisab. Cara kedua adalah berdasarkan visibilitas atau penampakan hilal atau bulan baru, disebut rukyat.

            Kriteria hisab sebelumnya disebut kriteria wujudul hilal. Muhammadiyah sebagai Ormas penganut prinsip ini. Yaitu, bulan baru ditentukan hanya dengan perhitungan.

            Dalam perkembangannya, ada kriteria hisab imkan rukyat yang disusun oleh tim Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) sebagai upaya menyatukan perbedaan antara hisab dan rukyat. Perbedaan awal Ramadhan tahun ini didasarkan pada kemungkinan hilal untuk diamati.

            Hakim mengatakan, "Tanggal 27 Juni petang, jarak antara tenggelamnya Bulan dengan Matahari cuma 3 menit."

       Saat bulan baru, Matahari, Bumi, dan Bulan terletak pada satu garis lurus. Bulan dan Matahari tenggelam pada waktu yang hampir bersamaan. Dengan begitu, pihak yang menganut wujudul hilal, permulaan puasa sudah bisa ditetapkan, yaitu pada 28 Juni 2014 sebab dasarnya hanya perhitungan.


            Muhammadiyah pada Senin (16/6/2014) menyatakan bahwa puasa dimulai pada 28 Juni 2014. Sementara yang menganut imkan rukyat, awal puasa sulit ditetapkan pada tanggal itu.  Pasalnya, jaraknya cuma sebentar. Maka pengamatan hilal akan sulit.

           Cahaya Matahari terlalu menyilaukan sehingga pengamat di Bumi cenderung kurang sensitif dalam melihat bulan baru yang berbentuk sabit supertipis. "Jadi mereka yang mendasarkan pada imkan rukyat akan menyatakan bahwa Ramadhan jatuh pada 29 Juni 2014," jelas Hakim.

           Pada 18 Juni 2014 petang, jarak tenggelamnya Bulan dan Matahari sudah cukup lama, sekitar 1 jam.  Dari cara pandang itu, maka logis dua organisasi kemasyarakatan Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) akan berbeda dalam mengawali Ramadhan 1435 Hijriah.  

      "Muhammadiyah menetapkan awal puasa jatuh pada 28 Juni 2014. Dasarnya menurut Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul Hilal. Agaknya, Ramadhan akan berbeda lagi, tapi Lebaran bareng kok," kata Sekretaris Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur H Nadjib Hamid di Surabaya, Senin (16/6/2014).


            Dengan dasar itu, menurut dia, maka ijtimak (kesepakatan) menjelang Ramadan terjadi pada Jumat 27 Juni 2014, pukul 15.10 WIB. Saat matahari terbenam, hilal (rembulan usia muda yang menjadi tanda pergantian awal kalender) sudah wujud berketinggian 31 menit dan 17 detik.

            "Artinya, 27 Juni malam sudah salat tarawih. Jadi, diperkirakan tidak bersamaan lagi, karena kurang dari 2 derajat, tapi Hari Raya Idul Fitri akan bersamaan," jelas Nadjib.

            Wakil Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur HM Sholeh Hayat yang juga koordinator Rukyatul Hilal PWNU Jatim menegaskan awal Ramadhan 1435 H jatuh pada hari Minggu 29 Juni 2014 sekitar pukul 15.20 WIB sore dengan posisi hilal 0,085 derajat. "Karena posisi hilal yang sulit dirukyat itu, maka bulan Syaban diistikmalkan (disempurnakan) menjadi 30 hari. Tapi hal itu masih merupakan hasil hisab dan NU masih akan melakukan rukyatul hilal," katanya.

            Dosen astronomi di Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung Hakim L Malasan mengungkapkan, teknologi sebenarnya bisa menyelesaikan permasalahan perbedaan awal puasa, misalnya dengan teleskop yang lebih canggih atau astrofotografi.

           Namun, yang lebih dibutuhkan adalah kemauan untuk mengubah pandangan dan keterbukaan sehingga awal ibadah puasa dan hari raya Idul Fitri bisa disatukan. Menurut Hakim, menoleransi perbedaan saja tidak cukup. Pemerintah perlu berperan sehingga awal ibadah dan hari raya sesama umat bisa disatukan.

           Bagi warga Betawi, - termasuk umat Islam di berbagai daerah lain - perbedaan dalam menjalankan ibadah Ramadhan dan 1 Syawal atau Lebaran sudah terbiasa. Idealnya, umat Islam taat ulil amri, hasil sidang itsbat (penetapan) yang difasilitasi Kementerian Agama pada Rabu (27/6). Saat itu seluruh Ormas Islam diundang dalam sidang ini. Proses sidang akan dilakukan dalam tiga sesi di tiga tempat (ruangan) yang berbeda di Gedung Kementerian Agama. Apa pun keputusannya, idealnya umat Islam ikut.


           Pesan Al Quran dengan tegas menyatakan: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu adalah yang terbaik untuk kalian dan paling bagus dampaknya." (QS. an-Nisaa: 59).
03.44 | 0 komentar

BI : KEHADIRAN PERADILAN NIAGA SYARIAH PENTING

Written By Unknown on Sabtu, 21 Juni 2014 | 19.31


Catatan Edy Supriatna - Bandung, 22/6 (Antara) - Sejalan dengan pertumbuhan bank syariah di Tanah Air dewasa ini, perlu diantisipasi berbagai kemungkinan munculnya sengketa dalam bisnis syariah dengan cara membawa persoalannya ke peradilan niaga syariah, kata  Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Jawa Barat Banten,  Dian Edian Ray, Sabtu malam.

            Kepada sejumlah wartawan unit Kementerian Agama (Kemenag) di Bandung, Dian mengatakan, kehadiran badan peradilan niaga syariah sangat penting. Sebab, penyelesaian bisnis yang mencakup sistem syariah tidak bisa lagi dengan pendekatan melalui peradilan agama.

          Belakangan yang dikenal selama ini peradilan agama di Tanah Air lebih banyak mengurusi bidang perkawinan, kasus perceraian dan fatwa yang berkaitan dengan hak waris. Namun untuk bidang niaga syariah butuh penanganan dengan keahlian tersendiri, ia menjelaskan.

          Kasus yang mencuat dalam bisnis syariah, lanjut dia, belakangan banyak diselesaikan melalui cara arbitrase, yaitu dengan pendekatan  prinsip-prinsip  hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak bersengketa.  Para pihak bersengketa sepakat menyelesaikan persoalan atas dasar menghormati hukum.

          Tetapi kasus yang terjadi itu, katanya, terjadi di bawah angka Rp500 juta. Ke depan, jika terjadi sengketa dengan melibatkan nilai uang lebih besar lagi tentu perlu melalui peradilan yang berkompeten.

          Lagi pula, jika kasus di bidang bisnis syariah tersebut dibawa ke peradilan agama tentu tidak cocok bagi warga non-muslim. Sementara sistem syariah yang dikembangkan di Tanah Air tak mengenal golongan atau pun agama.  Sistem syariah kini semakin digemari semua lapisan masyarakat karena dirasakan lebih berkeadilan dengan mengedepankan aspek moral, ia menjelaskan.
   
     Dian Edian Ray menjelaskan, kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di bidang perbankan syariah belakangan ini pun ikut naik. Hal itu harus dimaknai bahwa pertumbuhannya juga harus mendapat dukungan dari para pemangku kepentingan; mulai lingkungan akademik, ulama dan pemerintah.

         Sebab, katanya, kemampuan individu di bidang sistem syariah harus di atas kemampuan para pengelola bank konvensional. Seseorang yang menekuni bidang syariah bukan sekedar menguasai bidang akuntan atau perhitungan bidang keuangan dengan cermat semata, tetapi hukum-hukum dan prinspin syariahnya pun harus dikuasai.

          Karena itu, ia pun mengakui ekses dari sistem syariah pun ada. Yaitu, munculnya penipuan di bisnis syariah gadai emas misalnya. Untuk itu ia mengimbau masyarakat untuk tidak tergiur di bidang bisnis syariah tanpa dengan cermat mempelajarinya. Pahami dengan mendalam sistemnya, jangan tergiur dengan simbol-simbol yang mengetengahkan label atau pun simbol agama.

          "Tidak ada jaminan sistem syariah terbebas dari praktek penipuan," katanya mengingatkan.

          Harapan semua pihak bank syariah dapat berkembang pesat. Namun ia melihat intervensi pemerintah masih dibutuhkan sampai derajat tertentu. Karena itu pengawasannya pun harus lebih dikedepankan. Hadirnya lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat membantu pengawasan perbankan syariah ke depan.

          Sistem perbankan syariah harus terus diperkuat, katanya lagi. Karena itu ia menyambut gembira banyaknya warga Indonesia untuk magang di Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank
IDB) di Jeddah. Sementara di sejumlah perguruan tinggi agama Islam (PTAI) dan universitas lainnya banyak membuka jurusan ekonomi syariah. "Ini menggembirakan buat kita semua," kata Dian Ediana Ray.
19.31 | 0 komentar

BERITA PER KATEGORI


Categories

Blog Archives